Mohon tunggu...
Haris Lubis
Haris Lubis Mohon Tunggu... -

Jika kamu ingin tahu kedudukanmu di sisi Allah maka lihatlah kedudukan Allah dalam hatimu. Owh iya, ini alamat blog saya: http://sufimedan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Dosa yang Dilakukan Berulang Kali Tidak Diampuni Tuhan?

6 Mei 2011   06:49 Diperbarui: 1 Oktober 2020   16:08 2462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dosa (Sumber: drlucyoconnor.com)

Kalau kita melakukan dosa berulang-ulang, maka jangan sampai dosa yang terakhir kita lakukan itu menjadi sebab keterputus-asaan kita daripada bertaubat kepada Allah. 

Kalau kita menyerah dan berputus asa begitu saja, maka itulah yang dimaukan syaitan, agar kita terus menemaninya di dalam adzab, tertipulah kita dengan tipu daya syaitan, selama-lamanyalah kita berkubang dalam maksiat dan berlipat gandalah musibah yang menimpa. 

Padahal bisa jadi itu adalah dosa yang terakhir, yang ditakdirkan Allah kepada kita. Sebagaimana ketika melakukan amal ibadah kita disuruh untuk husnuzhon kepada Allah, begitupula ketika kita melakukan perbuatan dosa. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:   

قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم لا تقنطوا من رحمة الله 

"Katakanlah hai Hambaku yang telah terlampau terhadap dirinya, janganlah kalian berputus asa daripada kasih-sayang Allah…" (Az-Zumar: 53)

و من يقنط من رحمة ربه إلا الضالون

"Dan siapakah yang berputus asa dari kasih-sayang Tuhannya melainkan orang-orang yang sesat." (Al Hijr: 56)

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

كل ابن آدم خطاء و خير الخاطائين التوابون

"Setiap anak Adam berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang bersalah adalah orang yang bertaubat." (Hadits Riwayat Imam Tirmidzi)

إن الله يحب كل مفتن تواب

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang banyak dosa, tapi banyak bertaubat." (Hadits riwayat Imam Ahmad)

Makanya Imam Ghazali bilang, "Sebagaimana kamu buat dosa berulang-ulang sudah menjadi pekerjaanmu, maka seperti itu pulalah kamu meminta ampun kepada Allah berulang-ulang harus menjadi pekerjaanmu."

Jangan disalahpahami bahwa Imam Ghazali hendak menyuruh kita untuk mengulang-ngulang perbuatan dosa. Tidak, bukan seperti itu pemahamannya. Tetapi maksud beliau adalah hendak menyuruh kita untuk terus mengulang-ngulang taubat kita kepada Allah. Artinya: Tujuh puluh kali kita berbuat dosa, maka tujuh puluh kali pulalah kita meminta ampun.

Inilah pemahaman daripada hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadits qudsi, Allah Ta'ala berfirman:: 

“Jikalau seseorang hamba itu melakukan sesuatu dosa lalu dia berkata: “Ya Allah, ampunilah dosaku,” maka berfirmanlah Allah Tabaraka wa Ta’ala: “HambaKu melakukan sesuatu yang berdosa, lalu dia mengerti bahwa dia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat pula memberikan hukuman sebab adanya dosa itu. ”Kemudian hamba itu mengulangi untuk berbuat dosa lagi, lalu dia berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah dosaku,” maka Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “HambaKu melakukan sesuatu yang berdosa lagi, tetapi dia tetap mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat pula memberikan hukuman sebab adanya dosa itu.” Seterusnya hamba mengulangi dosa lagi lalu berkata: “Ya Tuhanku, ampunilah dosaku,” maka Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “HambaKu berbuat dosa lagi, tetapi dia mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa dan dapat pula memberikan hukuman sebab adanya dosa itu. Aku telah mengampuni dosa hambaKu itu, maka hendaklah dia berbuat sekehendak hatinya.” (Muttafaq ‘alaih)

Berbuat sekehendak hatinya di situ jangan diartikan secara zhohir  (leterlek) bahwa Allah menyuruh kita terus melakukan maksiat, bukan, bukan seperti itu maknanya. Tetapi itu adalah gaya bahasa Allah yang memberitahukan kita bahwa sebanyak apapun perbuatan dosa kita, maka Allah adalah Tuhan yang maha pengampun maha penerima taubat. Artinya, di situ ada isyarat dari Allah bahwa begitu kita melakukan dosa maka segeralah meminta ampun dan begitu kita kembali melakukan dosa maka segeralah lagi meminta ampun dan begitu seterusnya. Inilah mafhum darpada hadits qudsi tersebut.

Jangan seperti Fir'aun yang terus melakukan perbuatan dosa tapi tak pernah sekalipun mau meminta ampun kepada Allah, toh itupun Allah masih saja menyuruh Nabi Musa dan Nabi Harun Alaihima salam untuk:

فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى

”…maka sampaikanlah nasehat kepadanya dengan perkataan yang lemah-lembut agar dia mengingat dan  takut kepada-Ku" (Thoha: 44)

Betapa penyayangnya Allah, penjahat sekelas Fir'aun saja Allah masih terus menunggu taubatnya, apatah lagi kita?! Ingat, kita bukan Fir'aun.

Inilah yang dipahami Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bahwa begitu besar dan dalamnya samudera ampunan Allah, hingga Rasulullah mensyukuri itu, dan duluan selalu meminta ampun kepada Allah tanpa terlebih dahulu melakukan perbuatan dosa, bahkan setiap hari beliau meminta ampun hingga tujuh puluh kali dan ada riwayat yang mengatakan seratus kali. (Itu yang terdata di dalam riwayat, yang tidak terdata; wallahu a'lam…)

Jadi istighfarnya Rasulullah bukan karena beliau melakukan maksiat tetapi karena maqam syukur. Sayidah Aisyah radhiyallahu anha bertanya kepada Rasulullah; "Untuk apakah engkau berbuat sedemikian, wahai Rasulullah, sedangkan engkau telah benar-benar diampuni dosa-dosamu yang telah lampau dan yang akan datang?' Rasulullah bersabda: "Tak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Wallahu a'lam...

Wa shallallahu 'ala Sayidina Muhammad wa 'ala alihi wa shohbihi wa sallam...

Walhamdulillahi Rabbil 'alamin..

Nb: 

Hasil pengajian di majelis dzikir berjama'ah tadi malam, terhadap Hikam ulama sufi Ibnu Atho'illah As-Sakandari:

إذا وقع منك ذنب فلا يكن سببا يؤيسك من حصول الإستقامة مع ربك فقد يكون ذلك آخر ذنب قدر عليك

"Jika kamu terjatuh ke dalam dosa maka janganlah itu menjadi sebab engkau berputus asa daripada istiqomah bersama Allah, bisa jadi itu adalah dosa terakhir yang ditakdirkan kepadamu."

Sumber:

  1. Iqozhul Himam & Syarah Zarrouq fi Syarhi al-Hikam Ibnu Atho'illah As-Sakandari.
  2. Al-faqir ilallah Muhammad Haris F. Lubis

Jum'at, 6 Mei 2011, Kairo pkl. 00.20 am 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun