Hari ini, saya merasa bersyukur dapat menghadiri sebuah acara, yang menurut saya pribadi sangat bersejarah. Mengapa? Bayangkan untuk pertama kalinya ada sebuah ajang resmi bagi pondok pesantren untuk berkontribusi bagi perkembangan perfilman nasional.
Peluncuran Santri Film Festival (SanFFEST) 2025 oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon hari ini merupakan tonggak penting dalam lanskap kebudayaan Indonesia.
Hati saya semakin bungah ketika lokasi acara tersebut ada di sebuah mahad yang pada tahun ini memasuki usia 8 windu atau 64 tahun, Pondok Pesantren Darunnajah.
Lebih dari sekadar festival film, SanFFEST adalah sebuah gerakan kultural yang menempatkan santri dan pesantren---basis kultural Islam terbesar di Indonesia---sebagai ujung tombak diplomasi budaya baru bangsa.
SanFFEST memproyeksikan film sebagai medium universal yang dapat menyampaikan nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan dengan cara yang inklusif dan kreatif.
Dalam sambutannya, Fadli Zon menegaskan bahwa santri tidak hanya pewaris tradisi pesantren, tetapi juga aktor penting dalam diplomasi kebudayaan Indonesia di panggung dunia.
Di sini, saya melihat embrio gagasan besar yang dapat kita sebut sebagai Indonesian Wave---gelombang budaya Indonesia yang lahir dari akar lokal, tetapi memiliki potensi untuk berkemampuan mengguncang dunia global.
Ditengah gempuran film-film asing, SanFFEST berpotensi menjadi kutub baru gerakan budaya global.
Pesantren sebagai Pusat Kebudayaan Baru
Pesantren sejak lama dikenal sebagai pusat pendidikan agama, tetapi melalui SanFFEST, ia ditampilkan kembali sebagai pusat kreativitas kultural.