Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menjaga Asa di Tengah Defisit Sensitivitas Pejabat Publik

13 Agustus 2025   21:11 Diperbarui: 14 Agustus 2025   07:34 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: angan bunga berisi kritikan dan kecaman terhadap Bupati Pati Sudewo yang diletakkan di depan kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Selasa (12/8/2025). (Foto: Kompas/P Raditya Mahendra Yasa)

Indonesia sedang berada dalam musim yang ganjil: ekonomi menuntut kepastian, masyarakat menuntut keadilan, sementara sejumlah pejabat publik justru mempertontonkan defisit sensitivitas.

Dalam beberapa hari terakhir, spiral ketidakpekaan ini menjadi tontonan terbuka: gelombang protes besar di Pati yang menuntut Bupati Sudewo mundur; polemik pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang siapa yang seharusnya menanggung gaji guru dan dosen..

Belum berhenti sampai di situ, klarifikasi--disertai permintaan maaf--Menteri ATR/BPN Nusron Wahid setelah gurauan tentang "tanah milik negara" memantik kemarahan publik.

Ketiganya bukan peristiwa terpisah, melainkan gejala struktural: renggangnya jarak etis antara penguasa dan warga.

Saya, mungkin satu dari jutaan warga yang masih percaya bahwa negeri ini akan menjadi lebih baik di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Saldo harapan saya kepada negeri ini tidak pernah berkurang, atau setidaknya masih tetap terjaga, meski begitu banyak realitas sosial yang membuat hati ini menjadi bertanya-tanya: Apakah presiden sudah menyimpang dari cita-cita awalnya? Atau ini hanya sekadar 'ulah' para pembantunya?

Pada akhirnya, saya hanya bisa menulis.

Ketika kata-kata memantik krisis legitimasi

Di Kabupaten Pati, demonstrasi yang memuncak pada Rabu, 13 Agustus 2025, dipicu kombinasi kebijakan dan komunikasi yang buruk: lonjakan PBB-P2 hingga 250% disertai pernyataan bupati yang dinilai menantang warga untuk berdemo.

Meski kemudian ada pembatalan penyesuaian PBB dan permintaan maaf, amarah warga telanjur membesar dan aksi tetap berjalan; aparat memastikan tak ada korban jiwa, tetapi kerusakan kepercayaan sudah terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun