Tak hanya itu, Frans juga menulis tentang Komunal Sendawar Kutai Barat (2006), Nilai-nilai Religiusitas Komunitas Kutai Barat (2008), Adat Nemlai Lung Gelaat (2009), dan sebagainya.
Dalam beberapa kesempatan, Frans juga diundang ke forum-forum internasional seperti Festival Budaya Asia Tenggara di Vietnam, Hong Kong, Mesir, Niigeria, dan perhelatan budaya lainnya di luar negeri.
Tidak terhitung berapa banyak penghargaan yang sudah diterima Sang Maestro.
Berkat kegigihannya, Tari Hudoq kini masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan terus diperkenalkan ke dunia luar sebagai simbol kearifan lokal Indonesia dalam menjaga harmoni dengan alam.
Menatap ke Depan: Dari Dokumentasi ke Regenerasi
Kehadiran saya dalam acara ini adalah sebuah pencerahan. Melalui Panggung Maestro, saya menyadari bahwa budaya bukan sesuatu yang dipamerkan, tetapi diwariskan.
Tantangan ke depan bukan hanya pada pelestarian, tetapi juga pada regenerasi dan revitalisasi. Bagaimana para maestro seperti Frans Jiu Luay dapat mewariskan bukan sekadar teknik, tetapi semangat dan filosofi?
Saya mengusulkan agar Kementerian Kebudayaan membangun Akademi Maestro Nusantara, tempat para maestro menjadi guru besar warisan lokal, bukan hanya tampil sebagai penampil, tetapi sebagai pendidik lintas generasi.
Panggung Maestro ke-8 bukan sekadar pertunjukan. Ia adalah perayaan hidup, semangat zaman, dan panggilan untuk tidak melupakan akar. Di balik topeng Hudoq, saya melihat wajah Indonesia--tua, bijak, dan tetap menari meski dunia terus berubah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI