Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Frans Jiu Luay Tampil Magis di Panggung Maestro

13 Juli 2025   18:28 Diperbarui: 13 Juli 2025   18:28 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penonton membludak di acara Panggung Maestro ke-8 tahun 2025 di Museum Nasional.(Foto: Dok. Pribadi) 

Penonton membludak di acara Panggung Maestro ke-8 tahun 2025 di Museum Nasional.(Foto: Dok. Pribadi) 
Penonton membludak di acara Panggung Maestro ke-8 tahun 2025 di Museum Nasional.(Foto: Dok. Pribadi) 

Tak hanya itu, Frans juga menulis tentang Komunal Sendawar Kutai Barat (2006), Nilai-nilai Religiusitas Komunitas Kutai Barat (2008), Adat Nemlai Lung Gelaat (2009), dan sebagainya.

Dalam beberapa kesempatan, Frans juga diundang ke forum-forum internasional seperti Festival Budaya Asia Tenggara di Vietnam, Hong Kong, Mesir, Niigeria, dan perhelatan budaya lainnya di luar negeri.

Tidak terhitung berapa banyak penghargaan yang sudah diterima Sang Maestro.

Berkat kegigihannya, Tari Hudoq kini masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan terus diperkenalkan ke dunia luar sebagai simbol kearifan lokal Indonesia dalam menjaga harmoni dengan alam.

Menatap ke Depan: Dari Dokumentasi ke Regenerasi

Kehadiran saya dalam acara ini adalah sebuah pencerahan. Melalui Panggung Maestro, saya menyadari bahwa budaya bukan sesuatu yang dipamerkan, tetapi diwariskan.

Tantangan ke depan bukan hanya pada pelestarian, tetapi juga pada regenerasi dan revitalisasi. Bagaimana para maestro seperti Frans Jiu Luay dapat mewariskan bukan sekadar teknik, tetapi semangat dan filosofi?

Saya mengusulkan agar Kementerian Kebudayaan membangun Akademi Maestro Nusantara, tempat para maestro menjadi guru besar warisan lokal, bukan hanya tampil sebagai penampil, tetapi sebagai pendidik lintas generasi.

Panggung Maestro ke-8 bukan sekadar pertunjukan. Ia adalah perayaan hidup, semangat zaman, dan panggilan untuk tidak melupakan akar. Di balik topeng Hudoq, saya melihat wajah Indonesia--tua, bijak, dan tetap menari meski dunia terus berubah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun