Kata Hudoq berasal dari bahasa Dayak yang berarti "roh" atau "makhluk gaib". Dalam setiap pelaksanaan ritual Hudoq, dipercaya hadir sebelas roh leluhur yang diundang untuk memberikan perlindungan dan keberkahan bagi masyarakat.
Hudoq berarti juga "menjelma", menandakan kehadiran roh dalam wujud topeng dan gerakan penari
Tarian ini biasanya ditampilkan awal musim tanam padi, sebagai bagian dari ritual permohonan kepada para roh agar hasil panen melimpah dan masyarakat dijauhkan dari penyakit serta bencana.
Topeng-topeng besar yang menyerupai makhluk mitologis merupakan ciri khas Hudoq. Gerakan-gerakan para penari mencerminkan dinamika hutan dan keseimbangan kosmos.
Dalam budaya Dayak, Hudoq tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga makna kosmologis dan ekologis.
Frans Jiu Luay: Penjaga Hudoq, Penjaga Waktu
Frans Jiu Luay adalah nama yang tidak asing di kalangan pecinta budaya Kalimantan Timur. Lahir dan besar di pedalaman Kutai, 70 tahun yang lalu.
Lebih dari separuh usianya telah didedikasikan untuk menjaga, mengajarkan, dan mempertunjukkan Tari Hudoq.
Ia dikenal bukan hanya sebagai penari, tetapi juga pembuat topeng Hudoq, dengan koleksi hingga 18 topeng yang digunakan dalam berbagai ritual dan pertunjukan.
Ia tidak sekadar menari, tetapi juga meneliti, mendokumentasikan, dan melatih generasi muda, termasuk di komunitas Hudoq di Kutai Kartanegara dan Mahakam Ulu.
Beberapa buku karyanya yang cukup terkenal seperti Hudoq dan Upacara Adat (2002), Profil Tari Tradisional Kutai Barat (2005), Panduan Tata Cara Perkawinan Adat Modang (2006).