Di Jakarta, misalnya, hanya 2,8 persen lahan tersisa untuk pertanian pada tahun 2025.
Urban farming menjawab tantangan ini dengan mengadopsi prinsip vertical utilization--memanfaatkan atap, dinding, hingga ruang bawah tanah untuk budidaya sayuran dan ikan (Danata & Permatahati, 2025).
Pendekatan smart city (Maye, 2019) memperkuat konsep ini melalui integrasi IoT.
Sensor kelembaban otomatis dan aplikasi pemantauan tanaman (seperti di Kota Bekasi) tidak hanya meningkatkan produktivitas 3 kali lipat, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi pemuda urban melalui platform penjualan digital.
Masa Depan: Pertanian Urban sebagai Lifestyle
Saya pernah membaca sebuah jurnal ilmiah yang mengungkap bahwa generasi Z di Surabaya telah mengubah urban farming menjadi gerakan budaya melalui edutainment farming--kombinasi workshop hidroponik dengan konser musik indie.
Tren ini menunjukkan potensi pertanian kota tidak hanya sebagai solusi krisis, tetapi juga sebagai bagian dari identitas urban yang dinamis.
Sekali lagi saya mengagumi setiap upaya kawan saya ini. Setelah menjadi korban PHK dan dengan sedikit sisa tabungannya, dia tidak putus asa.
Urban Farming yang dia bangun dengan modal yang tidak seberapa itu suatu saat kelak, di kemudian hari akan menjadi sebuah gerakan yang masif.
Sebuah upaya masyarakat perkotaan untuk berkontribusi bagi ketahanan pangan dan berdaya di masa-masa yang sulit. Untuk Adik saya ini, doa terbaik saya selalu menyertai.
Referensi: