Di tengah sorotan publik terhadap pengerahan prajurit TNI untuk mengamankan kantor-kantor Kejaksaan, muncul pertanyaan mendasar: "Apa sebenarnya kasus-kasus besar yang sedang ditangani Kejaksaan sehingga memerlukan pengamanan ekstra?".
Setidaknya, ada dua dokumen penting di balik legalitas pengerahan pasukan TNI tersebut. Pertama, kesepakatan kerja sama antara TNI dan Kejaksaan Agung sejak tahun 2023, yang dituangkan ke dalam Nota Kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023.
Kedua, dokumen terbaru yang menuai polemik selanjutnya adalah telegram Panglima TNI tertanggal 5 Mei 2025 yang menyebutkan bahwa TNI mendukung pengamanan di kantor-kantor Kejaksaan, baik di Kejati di tingkat provinsi, maupun Kejari di kabupaten/kota.
Banyak yang mempertanyakan urgensi dan implikasi dari kolaborasi militer dalam ranah penegakan hukum sipil. Langkah TNI menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.
Namun, di balik polemik ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menghadapi tantangan besar dalam menuntaskan berbagai kasus megakorupsi yang melibatkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah.
Dengan demikian, fenomena ini sesungguhnya bukan sekadar soal keamanan fisik, melainkan juga tentang integritas institusi penegak hukum dalam menghadapi kasus-kasus yang menyentuh jantung tata kelola negara.
Sebuah pertanyaan yang penting diajukan di sini adalah, "Apakah negara sudah memberikan jaminan keamanan optimal bagi aparat pengadilan dalam menegakan hukum?"
Spektrum Kasus Besar yang Ditangani Kejaksaan
Menurut saya, kita juga harus adil menilai Kejaksaan, TNI, dan upaya negara dalam memberikan pengamanan. Untuk kepentingan itu, akan lebih bijak, kita mengkaji sepak terjang Kejaksaan di pusaran megakorupsi.
Beberapa kasus besar yang saat ini sudah dan sedang ditangani Kejaksaan menjadi cermin kompleksitas dan besarnya pertaruhan kepercayaan publik: