Tugas Satgas Penertiban Kawasan Hutan
Satgas Penertiban Kawasan Hutan memiliki mandat yang luas, termasuk (Tempo.co, 2025):
1. Melaksanakan penertiban kawasan hutan melalui penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan, dan/atau pemulihan asset.
2. Menginventarisasi hak negara atas lahan.
3. Berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga.
4. Menjalankan enam fungsi demi penanganan dan perbaikan tata kelola dalam kawasan hutan (Kompas.id, 2025).
Penertiban dilakukan terhadap setiap orang yang melakukan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan atau kegiatan lain di luar pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu di Kawasan Hutan Konservasi dan/atau Hutan Lindung.
Struktur Organisasi Satgas
Satgas Penertiban Kawasan Hutan memiliki struktur organisasi yang melibatkan berbagai unsur pemerintah:
1. Ketua Pengarah: Menteri Pertahanan.
2. Wakil: Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri
3. Anggota Pengarah: Jaksa Agung, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepala Kepolisian RI, serta menteri terkait seperti Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri Agraria, Menteri ATR/BPN, Menteri LH, Kepala BPKP
4. Ketua Pelaksana: Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung.
5. Wakil Ketua Pelaksana: Kepala Staf Umum TNI, Kepala Bareskrim, Deputi Bidang Investigasi BPKP
6. Kelompok Kerja: Melibatkan akademisi hingga tokoh masyarakat.
Satgas bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan wajib melaporkan pelaksanaan tugas paling sedikit sekali setiap enam bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.
Dampak dan Analisis Kebijakan
1. Potensi Positif:
a. Peningkatan Penerimaan Negara: Dengan menertibkan pemanfaatan hutan ilegal, negara berpotensi meningkatkan penerimaan dari sektor kehutanan.
b. Perbaikan Tata Kelola Hutan: Penertiban diharapkan dapat memperbaiki tata kelola hutan yang selama ini belum optimal.
c. Pemulihan Fungsi Ekologis Hutan: Penguasaan kembali kawasan hutan yang disalahgunakan diharapkan dapat memulihkan fungsi ekologis hutan.
2. Potensi Negatif:
a. Militerisasi dan Ancaman bagi Masyarakat: Dominasi unsur TNI dan Polri dalam Satgas dikhawatirkan melanggengkan pendekatan militeristik dalam mengelola kawasan hutan dan mengancam masyarakat di dalam dan sekitar hutan, termasuk masyarakat adat (Walhi.or.id, 2025).
b. Konflik Agraria: Penertiban yang tidak hati-hati berpotensi memicu konflik agraria dengan masyarakat yang telah lama memanfaatkan lahan di kawasan hutan.
c. Kurangnya Transparansi: Proses penertiban yang kurang transparan dapat menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan dari masyarakat.
Analisis Kritis
Perpres No. 5 Tahun 2025 menunjukkan komitmen pemerintah untuk menertibkan kawasan hutan dan meningkatkan penerimaan negara.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!