Mohon tunggu...
Ragil Pranata Priawan
Ragil Pranata Priawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang tertarik dengan dunia keuangan dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pajak Turis di Indonesia: Antara Kontribusi dan Kontroversi

5 Mei 2024   14:00 Diperbarui: 5 Mei 2024   14:06 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia bagaikan permata yang berkilauan di mata dunia, diberkahi dengan kekayaan alam yang memukau. Ribuan pulau terbentang, menyajikan panorama pantai berpasir putih, gunung-gunung megah, dan keanekaragaman hayati yang tiada tara. Di balik keindahan alamnya, Indonesia juga menyimpan kekayaan budaya yang tak ternilai. Warisan budaya leluhur, tradisi yang unik, dan keramahan masyarakatnya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Tak heran, Indonesia menjelma menjadi salah satu destinasi wisata terfavorit di dunia. Industri pariwisata ini bagaikan mesin penggerak ekonomi, memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan nasional, membuka lapangan kerja baru, dan mendorong perkembangan berbagai sektor terkait.

Pada tahun 2023, Travel and Leisure, majalah ternama di bidang wisata yang berbasis di Amerika Serikat, merilis daftar Pulau Terbaik di Dunia yang dinilai berdasarkan wisata alam dan pantai, aktivitas dan pemandangan, makanan, keramahan warga, dan value. Kabar gembiranya, salah satu pulau di Indonesia masuk ke dalam kategori ini. Pulau dewata yang memesona, Bali, berhasil menduduki peringkat ketiga. Namun kepopuleran Bali sebagai destinasi wisata dunia tak pelak membawa konsekuensi. Beban infrastruktur kian terasa, kerusakan lingkungan menjadi ancaman, dan eksploitasi budaya lokal tak bisa diabaikan. Lonjakan wisatawan memberikan beban yang signifikan terhadap infrastruktur di Bali, jalanan pun semakin hari semakin padat. Keramahan dan keunikan budaya Bali yang menjadi daya tarik utama menjadi terancam tergerus oleh arus modernisasi. Komersialisasi budaya, eksploitasi budaya untuk kepentingan komersial, dan berkurangnya nilai-nilai tradisional menjadi kekhawatiran yang tak bisa diabaikan.

Sebagai bentuk dukungan yang bertujuan untuk melindungi adat istiadat, tradisi, seni, dan budaya, serta kearifan lokal masyarakat Bali. Bali memberlakukan retribusi untuk Wisatawan Asing melalui Love Bali, yang merupakan sebuah gerakan yang dimulai oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk menegakkan kebijakan baru, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Love Bali secara resmi diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 36 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pembayaran Retribusi bagi Wisatawan Mancanegara.

Pungutan bagi Wisatawan Asing berlaku mulai 14 Februari 2024 dan dikenakan kepada Wisatawan Asing selama berwisata ke Bali. Pungutan wajib dibayar melalui pembayaran secara elektronik (e-Payment) sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) dan wajib dilakukan sebelum atau pada saat memasuki pintu kedatangan di Bali melalui udara, laut, atau darat. Dalam hal Wisatawan Asing belum dapat memberikan bukti pembayaran, Wisatawan Asing diwajibkan melakukan pembayaran pungutan terlebih dahulu. Dalam hal Wisatawan Asing yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran, Wisatawan Asing dilarang berwisata ke Bali.

Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023, pungutan yang telah dibayar, memberikan manfaat untuk Wisatawan Asing berupa:

  • penyelenggaraan tata kelola Pariwisata Bali yang berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat;
  • pengelolaan adat, tradisi, seni-budaya, serta kearifan lokal yang terkelola dengan baik dan memiliki aura spiritual (metaksu);
  • lingkungan alam yang lebih bersih, indah, serta lestari secara menyeluruh dan berkelanjutan;
  • kebersihan, ketertiban, kenyamanan, dan keamanan selama berada di Bali;
  • infrastruktur dan sarana-prasarana transportasi publik yang berkualitas;
  • peningkatan pelayanan informasi Kepariwisataan Budaya Bali yang komprehensif, terintegrasi, dan terkini;
  • pelayanan dalam bencana; dan
  • informasi dari Pemerintah Provinsi secara transparan dan akuntabel mengenai penerimaan serta penggunaannya dalam pelindungan kebudayaan dan lingkungan alam.

Kontribusi

Sejak diberlakukannya peraturan Pajak Turis di Bali pada Februari 2024, tidak lebih dari setengah Wisatawan Asing yang membayarnya. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/3/2024), “Baru sekitar 40% wisatawan asing yang telah melakukan pembayaran sejak peraturan ini berlaku”. Meskipun tergolong awal, angka ini menunjukkan bahwa masih banyak ruang untuk meningkatkan tingkat kepatuhan terhadap kebijakan ini. Pemerintah Provinsi Bali sendiri menargetkan pendapatan dari Pajak Turis ini sebesar Rp 3,3 triliun pada tahun 2024. Target ini dihitung berdasarkan perkiraan jumlah Wisatawan Asing yang akan berkunjung ke Bali pada tahun 2024, yaitu 7,4 juta orang.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah antara lain melakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih gencar kepada Wisatawan Asing tentang manfaat Pajak Turis dan cara pembayarannya, serta memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap Wisatawan Asing yang tidak patuh dalam membayar Pajak Turis. Menurut Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata Provinsi Bali Ida Ayu Indah Yustikarini, “Masih ada sejumlah persoalan dalam pelaksanaan Pajak Turis, seperti ada kendala dalam sistem yang lambat dan terkadang menyebabkan Wisatawan Asing menjadi double payment, keterbatasan loket pengecekan dan pembayaran, serta sumber daya manusia”, dikutip dari infopublik.id, Sabtu (20/4/2024). Ida Ayu Indah Yustikarini juga menyampaikan bahwa jumlah pungutan bagi Wisatawan Asing yang sudah berhasil terkumpul dari 7 Februari s.d. 18 April 2024 tercatat sejumlah Rp61,4 miliar atau sudah dibayarkan oleh 409.600 Wisatawan Asing.

Kontroversi

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah status Bali yang bukan merupakan daerah otonomi khusus. Pertanyaannya, mengapa hanya Bali yang menerapkan kebijakan ini, sementara daerah lain di Indonesia tidak? Beberapa argumen yang diangkat oleh pihak yang kontra terhadap kebijakan ini adalah asas keadilan, diberlakukannya pungutan hanya di Bali dianggap tidak adil bagi daerah lain di Indonesia yang juga memiliki potensi wisata tinggi serta pungutan ini dikhawatirkan akan menambah beban bagi Wisatawan Asing dan membuat Bali menjadi destinasi wisata yang kurang menarik.

Selain itu, perlu digarisbawahi bahwa dasar pengenaan Pajak Turis di Bali adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali. Hal ini menjadi kontroversi, karena jika dilihat dari sisi hukum, Undang-Undang tersebut kurang sesuai dengan Pasal 23A Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun