Mohon tunggu...
Ragil Kusuma
Ragil Kusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa

Nama saya ragil kusuma putra, sebagai mahasiswa, hoby saya olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

DINAMIKA KEBUDAYAAN DI ERA GlOBALISASI: ANTARA PELESTARIAN DAN MODERNISASI

23 Juni 2025   13:02 Diperbarui: 23 Juni 2025   13:02 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Mediakita.co

Latar Belakang
Globalisasi telah membawa berbagai dampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dalam ranah kebudayaan. Arus informasi yang semakin cepat, perkembangan teknologi komunikasi, serta kemudahan mobilitas manusia dan barang, menciptakan pertukaran budaya yang masif. Fenomena ini menimbulkan ambivalensi: di satu sisi membuka ruang bagi inovasi dan keberagaman budaya, tetapi di sisi lain turut mengancam eksistensi budaya lokal yang sarat nilai historis dan identitas kolektif.
Dalam konteks indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural, dinamika ini menjadi semakin kompleks. Budaya tradisional kini sering kali harus beradaptasi dengan tuntutan zaman atau bahkan mengalami komodifikasi untuk bertahan. Proses pelestarian budaya lokal pun tak jarang berbenturan dengan semangat modernisasi yang dianggap lebih efisien dan “universal.” Di sinilah pentingnya mengkaji bagaimana masyarakat merespons perubahan budaya antara mempertahankan warisan atau menyesuaikan diri demi keberlanjutan hidup di era global.
Studi Kasus: Tradisi Nyadran di Jawa Tengah
Tradisi Nyadran merupakan salah satu bentuk ritus budaya lokal di daerah Jawa Tengah yang dilakukan menjelang bulan Ramadan. Praktik ini melibatkan kegiatan ziarah makam leluhur, doa bersama, dan makan bersama sebagai bentuk penghormatan kepada nenek moyang. Namun, dalam dua dekade terakhir, praktik ini mulai mengalami perubahan bentuk dan makna.
Misalnya, banyak masyarakat mulai mengadopsi format yang lebih “modern” dengan mengganti bentuk makanan tradisional dengan makanan siap saji atau mengurangi unsur ritual dan memperbanyak aspek sosial dan hiburan. Bahkan dalam beberapa kasus, pelaksanaan nyadran dikomersialisasikan menjadi semacam “event budaya” yang dipublikasikan secara masif, baik oleh pemerintah daerah maupun pelaku industri pariwisata.
Perubahan tersebut menunjukkan adanya negosiasi antara pelestarian nilai-nilai budaya lokal dengan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Meski terlihat adaptif, muncul pertanyaan kritis: apakah esensi nilai tradisi masih dapat dipertahankan di tengah proses transformasi ini?

Kajian Antropologi
Dari perspektif antropologi budaya, dinamika ini mencerminkan proses glokalisasi yakni adaptasi unsur global dalam konteks lokal. Clifford Geertz, dalam studinya tentang simbol dan makna, menekankan bahwa budaya bukanlah entitas statis, melainkan sistem makna yang terus dikonstruksi ulang oleh para pelakunya. Artinya, transformasi budaya bukanlah kemunduran, tetapi bagian dari proses perubahan sosial.
Namun, penting pula mencermati konsep cultural erosion atau pelapukan budaya, di mana praktik-praktik tradisional kehilangan makna akibat tekanan eksternal. Di sinilah peran penting lembaga pendidikan, komunitas adat, dan negara dalam mendorong revitalisasi budaya sebuah upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai lokal dengan pendekatan kontekstual, bukan sekadar konservatif.
Kesimpulan dan Pandangan Penulis
Dinamika kebudayaan di era globalisasi tidak dapat dielakkan. Perubahan merupakan bagian inheren dari kehidupan budaya itu sendiri. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara pelestarian nilai-nilai luhur budaya lokal dengan upaya modernisasi yang adaptif terhadap zaman.
Pelestarian tidak harus identik dengan konservatisme; sebaliknya, modernisasi pun tidak selalu berarti menghapus masa lalu. Dalam dunia yang terus bergerak, budaya harus menjadi entitas hidup—mampu bertransformasi tanpa kehilangan jati dirinya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kolektif, terutama dari generasi muda, untuk tidak hanya menjadi konsumen budaya global, tetapi juga menjadi agen pelestari dan inovator budaya lokal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun