PENDAHULUAN
Kasus kekerasan seksual adalah salah satu kasus yang sangat memprihatinkan baik dalam skala nasional maupun internasional. Kekerasan seksual merupakan suatu tindakan yang sengaja dilakukan terhadap seksualitas seseorang secara paksa tanpa peduli dengan situasi dan kondisi korban. Kekerasan seksual juga dapat didefinisikan sebagai segala upaya terhadap perendahan, penghinaan, pelecehan serta penyerangan terhadap tubuh dan organ reproduksi individu yang mengakibatkan terganggunya kesehatan reproduksi korban. Dampak yang dialami Oleh korban kekerasan seksual adalah terganggunya kesehatan reproduksi dan hilangnya kesempatan untuk melaksanakan pendidikan di perguruan tinggi dengan rasa aman. Dalam tulisan ini, saya akan membahas isu kekerasa seksual di dunia perkuliahan, melihat definisi, dampak, serta penyebab dalam masalah ini.
ISU MASALAH
Data laporan kasus kekerasan berbasis gender yang dirilis Oleh Komnas Perempuan pada tahun 2022 menunjukkan bahwa total keseluruhan kasus kekerasan seksual berjumlah 339.782 kasus dan hanya 3.442 kasus yang melaporkan ke Komnas Perempuan. Kasus kekerasan seksual yang terjadi pada tahun tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2021 dengan jumlah keseluruhan kasus sebanyak 338.496 dan hanya 3.838 kasus yang melaporkan ke Komnas Perempuan. Data Tahunan Komnas Perempuan' pada tahun 2022 menunjukkan bahwa dari 1.276 kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah publik, 37 kasus diantaranya terjadi di lingkungan pendidikan dengan jumlah 12 kasus yangmana jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2021.
Berdasarkan data tersebut, laporan kasus kekerasan seksual yang tinggi di kampus menunjukkan bahwa lingkungan pendidikan masih belum aman bagi civitas akademik. Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa tahun 2015-2021 , tingkat pendidikan di perguruan tinggi berada di posisi pertama pada kasus kekerasan seksual denganjumlah 35 kasus dari 67 keseluruhan kasus. Kita juga dapat melihat pada kasus kekerasan seksual yang nyata terjadi di Indonesia seperti kekerasan seksual yang dilakukan Oleh salah satu dosen Universitas Gadjah Mada terhadap mahasiswa, pelecehan seksual yang dilakukan Oleh pejabat kampus Universitas Jenderal Soedirman yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga civitas akademik mendesak rektorat agar kasus tersebut segera ditindaklanjuti. Kasus Iainnya yaitu adanya sanksi vonis yang diberikan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Padang kepada dua orang mahasiswa Universitas Andalas yang melakukan perekaman konten seksual tanpa adanya izin dari korban. Oleh sebab itu diperlukan adanya penanganan sesegera mungkin karena kampus yang merupakan tempat untuk menempuh pendidikan seharusnya menyediakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman dan bebas dari tindakan kekerasan seksual.
Pandangan saya mengenai kekerasan seksual yaitu bentuk kekerasan seksual secara verbal terjadi melalui tindakan intimidasi seksual, catcalling, ejekan seksual, rayuan seksual, dan pelecehan fisik. Perspektiftersebut muncul karena berbagai tindakan nyata yang terjadi di sekitar saya sebab lingkungan sosial dapat mempengaruhi perkembangan pemikiran manusia. Berdasarkan literatur yang saya baca, kekerasan seksual disebabkan oleh ketidakmampuan pelaku dalam mengontrol nafsu, adanya unsur balas dendam, pemenuhan kebutuhan biologis, kondisi diri yang tidak normal, kurangnya nilai moral serta kondisi lingkungan pelaku yang mendukung kekerasan seksual. Siapapun dapat menjadi pelaku kekerasan seksual apabila bertumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang penuh kekerasan, kasar, kenakalan remaja, serta bersikap anti-sosial.
Berdasarkan data yang telah saya paparkan diatas, dari keseluruhan kasus kekerasan seksual hanya sedikit yang melaporkan kepada lembaga kasus penanganan seksual. Dari berbagai kasus kekerasan seksual, dapat saya simpulkan bahwa faktor utama yang menyebabkan korban merasa ragu untuk melaporkan adalah adanya rasa takut terhadap tindakan menghakimi, menyalahkan dan menjauhi yang dilakukan masyarakat kepada korban. Nyatanya, budaya masyarakat Indonesia adalah terlalu sering memberikan beban tanggung jawab kepada korban, bukan kepada pelaku, sehingga korban merasa dirinya diasingkan dan dikucilkan. Adanya rasa malu dan stigma pengucilan dapat menghambat korban untuk melaporkan kasus yang dialaminya. Korban kerap mengalami victim blaming dari masyarakat yaitu menyudutkan korban karena kurangnya inisiatifkorban untuk menjaga dirinya dari bahaya seksual sehingga kekerasan seksual yang dialami korban merupakan risiko yang harus diterima karena perilaku korban memicu kekerasan seksual.
Maskulinitas merupakan salah satu faktor penghambat bagi koban kekerasan seksual pada gender laki-laki untuk melapor karena adanya rasa malu dan khawatir sebab adanya anggapan bahwa laki-laki seharusnya kuat dan sering berperan sebagai pelaku. Korban kekerasan seksual pada laki-laki seringkali tidak dipahami oleh masyarakat karena adanya asumsi budaya yaitu lakilaki seharusnya kuat, mandiri, berkuasa dan tidak dapat ditembus. Oleh sebab iu, kombinasi antara norma gender dengan budaya serta agama dengan anggapan laki-laki adalah maskulin menyebabkan laki-laki merasa kesulitan untuk mengungkapkan bahwa mereka adalah korban kekerasan seksual.
Hingga saat ini, banyak anggapan pro dan kontra dari masyarakat mengenai stigma pakaian. Pihak yang pro dengan pernyataan bahwa pakaikan merupakan penyebab seseorang cenderung memperoleh kekerasan seksual, mengungkapkan bahwa perempuan seharusnya berpakaian sopan agar terhindar dari kekerasan seksual karena target nafsu pelaku seringkali berpusat pada pakaian terbuka yang dikenakan oleh perempuan. Sedangkan pihak yang kontra dengan pernyataan tersebut mengungkapkan bahwa pakaian bukanlah alasan bagi seseorang untuk mendapatkan kekerasan seksual karena masih banyak perempuan yang mengenakan pakaian tertutup namun masih menjadi korban kekerasan seksual. Saya menyimpulkan bahwa pakaian bukanlah faktor signifikan sebagai penyebab seseorang menjadi korban kekerasan seksual karena nyatanya kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang umur, penampilan bahkan pakaian.
PENUTUP
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI