Mohon tunggu...
Rafli Syahrizal
Rafli Syahrizal Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Sastra Indonesia, UI

Tinggal di Depok. Belajar di SMAN 10 Bogor, UI, dan di manapun. Blog: https://rafleee.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Welcome Home: Selamat Datang di Rumah Psikopat

16 Juli 2021   21:54 Diperbarui: 17 Juli 2021   08:59 3551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika patriarki tidak memedulikan perempuan yang memiliki tekad untuk  membentuk masa depan mereka sendiri, maka tidak apa-apa untuk menghentikannya, walau dengan pertumpahan darah.

Tak pernah terbayangkan oleh Anuja dan Neha (dua guru sekolah menengah pertama), perjalanan tugas mereka untuk melakukan sensus penduduk di daerah Nagpur, India menjadi momen-momen paling mengerikan dalam hidup mereka. Betapa tidak, salah satu rumah yang mereka kunjungi untuk sensus itu terletak sangat terpincil di distrik Kubaala. Rumah itu pun menjadi satu-satunya rumah yang berdiri di sana. Tak ada tetangga, akses jalan yang sulit, serta dikelilingi area hutan dan persawahan yang luas. Tak hanya itu, mereka pun harus menjadi tamu bagi keluarga misterius, aneh, dan mencurigakan.

Momen pertama yang membuat jantung deg deg ser adalah ketika Anuja bertanya mengenai kehamilan Prerna (anak sang tuan rumah), apakah anak yang dikandungnya adalah anak pertamanya? Namun, Prerna menjawab tidak, anak-anaknya yang lain telah mati. Melihat Prerna yang masih usia dewasa muda, Anuja curiga. Pun, ditambah dengan luka-luka di leher dan tangannya, seakan mengisyaratkan bahwa Prerna mengalami KDRT. Kedatangan Ibu dari Prerna dalam perbincangan, menambah ketegangan Anuja dan Neeha. Sikapnya yang dingin membuat mereka cepat saja angkat kaki.  

Rasa simpati Anuja dan Neha terhadap kondisi Prerna, mengantarkan mereka kembali untuk mengunjungi rumah itu keesokan harinya, dengan dalih melengkapi informasi untuk sensus. Gayung bersambut, saat itu seluruh keluarga Prerna sedang berada di rumah---ayah, nenek, dan pamannya. Niatan untuk menggali informasi itu seakan ingin cepat disudahi oleh Anuja dan Neeha,  ketika pertanyaan-pertanyaan soal mengapa dan bagaimana anak-anak Prerna mati makin intens, dan dijawab ala kadarnya saja oleh ayah dan ibu Prerna. Sementara Prerna, tidak banyak bicara dan seakan patuh dengan isyarat kedua orang tuanya. Namun, sial bagi Anuja dan Neeha, hujan deras tiba-tiba mengguyur dan membuat mereka harus bermalam di sana. Perjalanan mencari jawaban akan kemisteriusan keluarga itu pun dimulai.

Ketegangan yang disertai aspek scoring yang pas sejak penceritaan dimulai, memberikan kesan ngeri dan membuat ketegangan dibangun ke arah yang tepat. Hal itu menjadi sebuah pembuka yang cukup solid untuk sebuah sajian thriller. Di sisi lain, aspek pacing penceritaan yang cepat dan tidak bertele-tele membuat cerita mampu menarik perhatian penonton sejak awal.

Fakta bahwa penonton telah diberi tahu sedari awal mengenai tokoh "si baik" dan "si jahat" tidak lantas mengurangi kenyamanan dalam menyaksikan Welcome Home. Memang betul, skrip racikan Ankita Narang yang dibuat berdasarkan kisah nyata ini sejatinya tidak menghadirkan jalinan pengisahan yang benar-benar baru maupun penuh plot-plot yang membuat penonton terkejut. Tapi, saat film tersebut mampu membetot atensi penonton erat sedari awal sampai akhir, bukankah kebaruan itu tidak lagi menjadi sesuatu yang sepenuhnya penting? Maksudnya, ketika penonton ikut terhanyut ke dalam ketegangan dan kengerian sang protagonis dalam film, seharusnya sudah cukup kan?

Sepanjang cerita, penonton akan dibawa ke dalam ketegangan Anuja dan Neha dalam menerka, sebenarnya apa yang terjadi di rumah itu? Juga, apakah mereka akan mati malam itu? Hal-hal lumrah yang terjadi dalam sajian thriller kamar---sajian yang berfokus pada latar ruangan terbatas. Di sisi lain, Ankita juga terlihat berupaya menghadirkan cerita yang natural, sebagaimana jalinan cerita sebenarnya. 

Dalam jajaran cast, penampilan duo protagonis, Anuja (Kashmira Irani) dan Neha (Swatda Thigale) mampu berperan dengan optimal dan tidak terkesan berlebihan. Karakter yang sejak awal cerita terkesan naif itu mampu berkembang seiring meningkatnya aspek ketegangan yang menjadi jualan utama film.

Di sisi lain, Prerna (Tina Bhatia) yang lugu dan penurut, mampu diperankan dengan penampilan yang cukup baik, di tengah statusnya yang menjadi korban, alih-alih sebagai anggota komplotan pembunuh. Penonton pun akan iba, ngeri, dan curiga kepada Prerna pada awalnya, tapi seiring cerita mendekati klimaks, penonton akan yakin bahwa Prerna tidak lebih dari seorang gadis lugu yang terjebak di dalam keluarga bejat.

Sementara itu, penampilan Bhola (Boloram Das)---paman Prerna---diperankan dengan sangat baik. Penulis cukup suka dengan performanya yang memerankan tokoh yang ceria, penuh gairah, dan manipulatif. Raut dan senyum wajahnya yang khas, membuat potretnya sulit untuk dilupakan. Tak lupa, ayah Prerna, Ghanshyam (Shashi Bhushan) yang dingin dan misterius, juga sang nenek (Akshita Arora) yang terkesan dingin, tapi keibuan. Kedua tokoh itu mampu menampilkan relasi hangat ibu-anak.

Welcome Home tak serta merta tampil tanpa sekelumit komentar sosial. Hal paling mengesankan dalam film ini adalah ia tampil sebagai drama-thriller bertahan hidup yang memuat pesan-pesan sosial di negeri India, namun di sisi lain ia juga tampil tanpa beban atau bisa dinikmati walau penonton tidak berusaha memahami subteksnya. Anuja dan Neha yang memiliki luka masing-masing akan kemandirian sebagai perempuan saling curhat dan menjadi begitu dekat dengan realita kehidupan. Para perempuan ini, yang terlihat mandiri dan bekerja di ruang publik, pada kenyataannya selalu mendapat halangan dan seakan diatur oleh kaum lelaki. Anuja dipaksa menikah oleh ayahnya. Neha dipaksa menuruti pilihan sang kakak yang arogan. Namun, saat itu keduanya tampil tak berdaya dan hanya membatin untuk kemudian manut. Belum lagi, soal anak yang menjadi korban kebejatan orang tua yang dialami Prerna. 

Saat-saat revenge pada adegan-adegan terakhir, menampilkan heroisme dua tokoh protagonis yang seakan mengisyaratkan bahwa mereka ingin membebaskan diri dan niatan awal mereka, menyelamatkan Prerna dari kekerasan dalam keluarganya. Sebab, jika patriarki tidak memedulikan perempuan yang memiliki tekad untuk membentuk masa depan mereka sendiri, maka tidak apa-apa untuk menghentikannya, walau harus dengan pertumpahan darah.

Skor: 3,8/5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun