Mohon tunggu...
Rafi Taufiq
Rafi Taufiq Mohon Tunggu... Mahasiswa sekaligus Pemimpin Redaksi LPM Suaka

Mahasiswa yang aktif menulis dan tergabung dalam Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suaka sebagai Pemimpin Redaksi, aktif menulis sejak tahun 2022 dan tertarik pada isu politik, HAM, gender, pemberdayaan masyarakat, dan kesehatan mental.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ruang Mendengar di Dusun Panteuneun

1 Agustus 2025   20:53 Diperbarui: 1 Agustus 2025   20:05 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua RW 06 menyampaikan kondisi masyarakat kepada mahasiswa KKN SISDAMAS 209 UIN Bandung. (Foto: Rakha Pangestu)


Dusun Panteneun, sebuah wilayah kecil di Desa Licin, Kecamatan Cimalaka, Sumedang, menjadi saksi dari proses awal pengabdian mahasiswa yang tak biasa. Bukan dengan upacara seremonial atau presentasi program, melainkan dengan duduk melingkar di pelataran masjid dan mendengarkan satu per satu suara warga.

Pada Minggu, 26 Juli 2025, Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) SISDAMAS 209 UIN Sunan Gunung Djati Bandung memulai masa baktinya dengan menyelenggarakan Rembuk Warga, sebuah forum refleksi sosial dan sosialisasi awal yang dirancang untuk menggali suara masyarakat, bukan sekadar menyampaikan niat baik dari kampus.

Forum ini berlangsung di Masjid Al-Barakah RW 06, dan dihadiri oleh tokoh masyarakat, perangkat RW, pemuda Karang Taruna, hingga ibu-ibu rumah tangga. Di forum itu, satu hal menjadi jelas, warga tidak hanya memiliki masalah, tetapi juga menyimpan potensi yang selama ini tak terdengar.

Bukan Datang Membawa Jawaban
Model KKN yang digunakan, Sistem Pemberdayaan Masyarakat mendorong (SISDAMAS) menekankan pendekatan partisipatif. Mahasiswa dituntut bukan untuk membawa program jadi dari kampus, tetapi menyusun rencana kerja berdasarkan hasil pemetaan dan dialog bersama warga. Rembuk warga menjadi tahap awal dari proses itu.

Ahmad Hanif, Ketua Kelompok KKN 209, menyebut forum ini sebagai langkah penting dalam membangun relasi yang setara. “Kami menempatkan rembuk warga sebagai wahana untuk mendengar langsung suara masyarakat,” jelasnya. Prinsipnya sederhana, dengar dulu, baru bergerak.

Mengungkap Masalah, Menemukan Potensi
Diskusi berjalan hangat dan terbuka. Warga mengungkap berbagai isu, dari rendahnya literasi digital di kalangan anak dan remaja, terbatasnya fasilitas kebersihan, hingga kebutuhan pendampingan untuk pelaku UMKM lokal. Namun yang menarik, forum ini tak berhenti pada keluhan.

Warga juga menyampaikan berbagai potensi yang mereka miliki. Seperti keterampilan ibu-ibu dalam membuat olahan makanan, keberadaan lahan produktif yang belum tergarap maksimal, hingga semangat gotong royong yang masih hidup di tengah masyarakat.

Alih-alih menjadi sesi penyampaian program dari mahasiswa kepada warga, rembuk warga berubah menjadi ruang bertukar gagasan. Mahasiswa mencatat dengan teliti, merangkum, dan menjadikan masukan-masukan itu sebagai dasar penyusunan program kerja. Pendekatan ini membuat warga merasa dilibatkan, bukan hanya menjadi objek kegiatan.

Menjadi Mitra, Bukan Pelaksana
Forum rembuk warga ini tak hanya berfungsi sebagai ajang diskusi, tapi juga simbol dari pergeseran paradigma dalam pengabdian masyarakat. Mahasiswa hadir bukan sebagai pelaksana proyek, melainkan sebagai mitra perubahan yang sejajar dengan masyarakat.

Pak Dase, Ketua RW 06, menyampaikan bahwa kehadiran mahasiswa KKN diterima dengan terbuka. “Ini bukan hanya pengabdian dari mahasiswa, tapi juga ruang bagi kami untuk menyampaikan harapan dan kendala yang kami hadapi,” ungkapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun