Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pertanyaan yang Belum Selesai

6 Oktober 2017   20:37 Diperbarui: 8 Oktober 2017   01:52 2582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apa yang bisa dilakukan seorang anak saat usainya belum bisa bekerja. Terpaksa mengamen atau hal lain asal meraih rejeki. Sumber: Merdeka.com

Gemuruh ombak kecil pantai Talise, cahaya matahari pagi, desiran angin berhembus menggetarkan soki-soki tempat di mana pagi itu Bayu duduk termenung sembari menikmati kopi hangat.

Di kampung Kaili ini, setiap pagi Bayu tidak pernah absen untuk sekadar menyegarkan badan. Baru kali ini ia duduk termenung. Sebagai pengamen jalan, kaos oblong dan celana robek menjadi pemandangan paling menyedihkan, lebih menyedihkan daripada tangisan kerak berdasi di gedung-gedung kaca, misalnya. Bahkan lebih menyedihkan daripada simulakra yang berteriak tentang kebenaran.

5 tahun sudah ia menjual suara sepanjang jalan, mengais rejeki demi kebutuhan hidup, menghibur warga trans light walaupun kedengaran bising. Tapi apa yang bisa dilakukan seorang pengamen selain bersuara tentang dirinya yang bingung mencari senyuman.

Trans Light Jalan Samratulangi, matanya menangkap iring iringan mahasiswa dilengkapi mobil sound, berteriak atas nama rakyat. Tatapannya semakin tajam mengarah kepada salah satu mahasiswa di baris depan, slayer hitam di leher dan jidatnya yang mengkerut, berteriak mengatakan pemerintah gagal total.   

"Hidup mahasiswa, hidup rakyat. Pemerintah gagal atasi kemiskiran, rakyat semakin menderita," teriak mahasiswa baris depan itu.

Bergegas ia mengikuti iring-iringan mahasiswa hingga kedepan kantor DPRD. Sedikit menjauh dari masa aksi, ia ikut berjalan kaki. "Siapa mereka? Pembela rakyat miskin atau ingin mengancam pemerintah?" rasa penasaran mendapingi setiap langkahnya mengikuti iring-iringan mahasiswa.

Dalam catatan sejarah, gerakan mahasiswa memang memiliki pengaruh besar terhadap bangsa dan negara. Mahasiswa tumpa ruah dijalan menyatakan perlawanan terhadap penjajah. Di tempat lain, mahasiswa lainnya menganalisa efek dari lautan manusia, apa mampu menumpaskan penjajah atau malah digilas habis.

Tidak ada yang bisa menandingin catatan ini, mahasiswa memang terbukti menghadirkan warna positif kepada bangsa dan negara. Tapi, untuk pengamen jalanan seperti Bayu, entah dari mana ilmu yang ingin ia dapat agar tau sebab mereka berteriak seperti itu.

Aksi didepan DPRD pun dimulai, dari kejauhan 20 meter masa aksi, ia mencoba menyimak orasi mahasiswa.

Hidup mahasiswa, hidup rakyat,

Hari ini, kami tergabung dalam satuan aksi mahasiswa pembela rakyat turun kejalan untuk mempertanyakan sikap pemerintah terhadap rakyat. Apa yang dilakukan pemerintah saat ini, sama sekali tidak pro terhadap rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun