Nama: Rafiah Afsah Ramadhani
Nim: 12405041040060
Refleksi Perkuliahan: Ketika Dakwah Menyentuh Akal dan Alam
Perkuliahan hari itu berlangsung cukup kondusif. Kelompok pemakalah membawakan materi berjudul "Metode dan Pendekatan Dakwah" dengan paparan yang runtut, mulai dari metode dakwah Rasulullah hingga perkembangan filsafat dakwah di era modern. Awalnya suasana kelas terasa tenang, namun berubah menjadi lebih serius ketika pembahasan memasuki pemikiran Seyyed Hossein Nasr, seorang filsuf Islam kontemporer yang menyoroti pentingnya integrasi antara ilmu, spiritualitas, dan ekologi.
Ketika dosen membuka sesi tanya jawab, saya mengajukan pertanyaan,
"Seberapa penting pendekatan ekologis dan intelektual dalam dakwah seperti yang dikemukakan oleh Seyyed Hossein Nasr di tengah krisis moral dan lingkungan saat ini?"
Pertanyaan itu membuat ruangan seketika hening, dan semua mata tertuju pada pemakalah. Dengan nada hati-hati, mereka mulai menjelaskan bahwa pendekatan intelektual sangat penting di masa sekarang karena banyak orang mulai kesulitan memahami rasionalitas. Dakwah yang mengandalkan emosi semata sering kali tidak lagi relevan dengan realitas masyarakat modern. Maka, menurut pemakalah, pendekatan intelektual dibutuhkan untuk menyatukan antara rasionalitas manusia dengan nilai-nilai Al-Qur'an, agar akal dan wahyu berjalan beriringan.
Pemakalah menambahkan, gagasan Seyyed Hossein Nasr menekankan bahwa dakwah harus mampu menjawab krisis spiritual manusia modern yang kehilangan arah. Ilmu dan teknologi berkembang pesat, tetapi tidak lagi berpijak pada nilai ketuhanan. Karena itu, pendekatan ekologis menjadi bagian penting dari dakwah, untuk mengingatkan manusia bahwa alam bukan sekadar sumber daya, melainkan cerminan ayat-ayat Tuhan yang harus dijaga keseimbangannya.
Dosen kemudian menanggapi dengan tegas namun penuh apresiasi. Beliau menjelaskan bahwa apa yang disampaikan Nasr relevan dengan kondisi umat saat ini, di mana sains sering dipisahkan dari iman. Menurut beliau, dakwah di masa kini harus mampu menghidupkan kembali kesadaran spiritual di tengah kemajuan rasionalitas, sehingga ilmu tidak kehilangan arah dan moral tidak kehilangan pijakan.
Suasana kelas sempat sedikit tegang karena diskusi berkembang ke arah perdebatan ringan. Beberapa mahasiswa lain menambahkan pandangan berbeda: ada yang menilai dakwah harus lebih berorientasi pada solusi sosial, sementara yang lain menekankan pentingnya membangun kesadaran intelektual di kalangan generasi muda. Meski begitu, diskusi berlangsung produktif dan menggugah banyak pikiran.
Menjelang akhir kelas, dosen menutup perkuliahan dengan kalimat yang terasa membekas,