Mohon tunggu...
Raffiul Huda
Raffiul Huda Mohon Tunggu... Administrasi - membaca dunia dan menulis rasa

hanya sekedar belajar dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerintah Selalu Melakukan Impor

21 September 2013   22:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:34 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara kita saat ini sedang dalam keadaan darurat. Permasalahan bangsa bermunculan dan mengalami krisis di berbagai sektor. Setelah beberapa waktu lalu (sampai kini) Indonesia dihadapkan pada krisis kedelai. Kini Indonesia dihadapkan lagi kepada permasalahan baru yaitu banyaknya beredar gula impor di pasaran.

Ribuan petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) melakukan aksi unjuk rasa di kantor kementerian perdagangan, kementerian perindustrian, kementerian BUMN dan KPK. Mereka menuntut pemerintah agar menghentikan impor gula rafinasi yang sekarang ini malah banyak beredar di pasaran dengan harga jauh lebih murah. Gula rafinasi (gula mentah) seharusnya hanya untuk konsumsi industri bukan untuk konsumsi di pasaran. Gula impor rata-rata dijual dengan harga Rp.6500 per Kg. Sedangkan gula konsumsi rumah tangga dijual dengan harga Rp.9500 per Kg. Akibatnya harga gula yang diproduksi oleh petani lokal kalah bersaing.

Pemerintah lagi-lagi tidak berbuat banyak untuk memajukan para petani lokal. Ketahanan pangan negara kita saat sungguh lemah. Apa-apa kita harus bergantung pada impor. Seharusnya yang dilakukan olehpara menteri yang berwenang adalah memajukan para petani lokal. Bukan dengan jalan impor yang justu malah mematikan gerak para petani lokal. Kalaupun harus impor ya seperlunya saja.

Cukup miris sebenarnya, dimana pemerintah lebih pro kepada para pemilik modal dibandingkan para petani kita. Belum selesai krisis kedelai yang menimpa bangsa ini. Hingga akhirnya berimbas banyaknya produsen tahu tempe yang gulung tikar. Harga tahu dan tempe di pasaran pun menjadi lebih mahal plus ukurannya mengecil. Kini kita dihadapkan pada permasalahan baru yaitu gula impor yang merembes ke pasaran. Membuat para petani tebu merasa dirugikan.

Seandainya para petani tebu dan kedelai beralih profesi. Lantas siapa lagi yang akan memproduksi gula dan kedelai untuk bangsa kita. Masa sekian tahun harus selalu melakukan impor. Belum lagi kalau sewaktu-waktu nilai tukar rupiah anjlok yang berakibat harga komoditas impor ikutan naik. Indonesia sekarang berada dalam tahap krisis pangan. Negara yang dulunya berdaulat dalam bidang pangan, kini harus mengimpor bahan pangan. Padahal para petani lokal banyak saja. Lahan juga masih banyak, cuma tidak diberdayakan.

Pemerintah sekarang ini tampaknya lebih pro kepada pemilik modal asing. Para pemimpin dan para menteri yang tergabung dalam kabinet SBY sekarang ini bisa dikatakan tidak nasionalis. Di sektor lain, menperin malah mensosialisasikan proyek mobil murah. Iya kalau mobil itu produksi dalam negeri. Tapi yang terjadi mobil murah yang di promosikan oleh pemerintah adalah mobil produksi Jepang. Program mobil murah yang dilakukan oleh pemerintah ini sebenarnya tidak perlu. Selain akan menambah kemacetan (Jakarta). Program ini hanya akan menguntungkan produsen asing. Seharusnya pemerintah lebih menggalakkan produksi dalam negeri ketimbang memasukkan produksi luar negeri. Urgensi program mobil murah ini perlu dipertanyakan.

Pemerintahan SBY tampaknya salah dalam memilih para menteri. Menteri-menteri yang ditunjuk menjabat bukannya mengembangkan produk dan potensi lokal. Justru malah gencar melakukan impor. Seharusnya negara kita bisa berbangga karena bisa swasembada pangan. Negara kita seharusnya bisa bangga bisa memproduksi mobil sendiri. Lha ini kok malah bangga melakukan impor. Mending jika yang di impor adalah teknik dan ilmu.

Padahal Indonesia negara besar dengan jumlah populasi yangjuga sangat besar. Lahan subur terhampar dari sabang sampai merauke. Masa harus impor. Indonesia punya banyak SDM yang perlu perhatian dan pemberdayaan. Tinggal bagaimana pemerintah mau untuk mengoptimalkan ini semua. Bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk kepentingan nasional jangka panjang.

Entah sampai kapan bangsa kita yang besar ini bisa kembali berdikari (berdiri di kaki sendiri).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun