Mohon tunggu...
Bimo Rafandha
Bimo Rafandha Mohon Tunggu... Programmer, Blogger - Blogger. Storyteller.

Pemintal kata di www.bimorafandha.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Perempuan Tua yang Menangisi Songketnya

9 Oktober 2018   19:56 Diperbarui: 10 Oktober 2018   16:36 3118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Songket lepus (Ilustrasi: newsberitaterbaru.blogspot.com)

"Tapi, aku ngeraso bersalah, Bang," ujar Ida lagi. Matanya sibuk menerawang. Terlintas di benaknya saat-saat Emak melakukan aktivitas rutinnya, tawa Emak, serta sikap telaten Emak saat membersihkan songket kesayangannya.

"Dak apo. Dak apo. Pikirke perkawinan kito," Ujang berkata sembari menepuk-nepuk pundak Ida. "Aku pamit balek dulu. Salam buat Emak."

Ujang berjalan keluar dari rumah Emak, meninggalkan Ida yang duduk sendirian dalam bimbang.

Ida melirik kamar Emak di ujung rumah mereka. Pintu kayu itu masih tertutup. Pelan-pelan, ia melangkah menuju ruangan itu. Langkah kaki kecilnya berhenti tepat di depan daun pintu. Tangisan Emak masih terdengar. Lirih sekali bagai lagu paling sedih yang pernah mampir di telinga Ida.

Tak terasa, mata Ida memanas. Titik-titik air di matanya merembes, lalu jatuh perlahan di pipinya.

Dan, dari balik daun pintu, tengkuk Ida meriap. Bulu kuduk di lengannya ikutan berdiri ketika berkata terisak, "Maafke aku, Mak.".

Nyaris tak terdengar.

***

Perempuan tua itu menangis sendiri di kamarnya. Pelupuk matanya masih belum juga mengering. Ini sudah hari ketujuh songketnya menghilang, akan tetapi tanda-tanda itu belum juga datang. Ia memegang dadanya, ada rasa sakit yang masih membekas di sana.

Sesungguhnya, ia menangis bukan karena songketnya hilang. Bukan karena berbagai kenangan yang ada di dalamnya ikut-ikutan hilang. Ia menangis karena merasa kehilangan satu hal yang sangat berarti baginya. Kehilangan satu hal yang ia telah perjuangkan seumur hidupnya.

Delapan hari yang lalu, tepat satu hari sebelum songketnya raib dari pandangan, ia mendengar anaknya bercakap-cakap dengan seseorang pria lanjut usia. Mereka berbincang mengenai songketnya. Tentang harganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun