Mohon tunggu...
Rafa Mufida
Rafa Mufida Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan

Pengikat ilmu dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Orang Tua dalam Pembelajaran Anak

9 Oktober 2014   20:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:43 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kebetulan sekolah anak saya mewajibkan orangtuanya untuk menandatangani komitmen orangtua dalam pembelajaran siswa. Komitmen yang saya lupa kalau sudah saya tandatangani. Saya ingat karena Pak Guru mengingatkan para orang tua dalam sebuah pertemuan dewan kelas. Samar samar saya teringat isi komitmen yang saya tanda tangani itu

Kewajiban pembelajaran  siswa tidak bisa kita anggap selesai begitu kita masukkan ke sekolah. Sebagus apapun sekolah itu. Semahal berapapun sekolah itu. Sesuatu yang mungkin tidak terjadi di masa kecil saya. Ruang dan waktu yang berbeda mengharuskan kita melakukan penyesuaian. Sekolah dulu dulu berbeda dengan sekolah sekarang. Guru dan muridnyapun berbeda.

Berikut beberapa  peran yang bisa kita mainkan sebagai orangtua dalam proses pembelajaran siswa dirumah.

Pertama. Peran orang tua di rumah sama pentingnya dengan bapak dan ibu guru di sekolah. Guru dan Orangtua layaknya dua gelandang bertahan dan menyerang yang harus bekerjasama mengolah anak sesuai dengan tujuan kita. Barcelona era pep gurdiola begitu indah karena Xavi dan Iniesta layaknya anak kembar yang memiliki  ohevisitasnya sangat erat. Peran itulah yang sedang saya coba. Saya coba pahami visi sekolah anak saya (termasuk kurikulum 2013) dan saya terjemahkan dirumah untuk kemudian saya deliver ke anak saya. Begitu juga sebaliknya. Saya berusaha sampaikan visi saya tentang anak saya ke guru supaya di kelas diterjemahkan ke anak saya. Dengan teknologi bounderless seperti medsos, peran ini tidak terlalu sulit untuk kita lakukan.

Kedua. Jadilah anak untuk mempelajari anak. Sebisa mungkin ketika berkomunikasi dengan anak berubahlah seakan kita adalah teman main mereka. Mulai penggunaan kata  yang sederhana sampai posisi berdiri kita yang sejajar dengan mereka. Jangan takut kehilangan wibawa dan hormat karena tingkah kita . Parameter anak anak tentang kewibawaan dan kehormatan berbeda denagn orang dewasa.

Ketiga. Manajemen kemarahan. Kalau tidak karena sesuatu yang membahayakan dan melanggar etika/agama, janganlah terlalu sering marah. Terlalu sering marah hanya akan menjadikan anak resisten. Kalau terlalu sering dimarahi, anak anak akan minta dosis kemarahan kita dinaikkan supaya mereka paham kalau kita marah. Ini seperti kalau kita sering minum obat, lama lama obat yang sama tidak berdampak. akhirnya kita minta dokter menaikkan dosisnya. Tapi jangan ragu untuk marah kalau anak melakukan perbuatan yang keterlaluan.

Keempat. Bermainlah sebagai Bad Cop dan Good Cop. Ketika suami marah, mintalah istri untuk berperan sebagai pelindung, begitu juga sebaliknya. Dengan begitu anak akan merasa selalu terlindungi dan punya escape plan dari masalah yang mereka hadapi.

Kelima, pujilah anak kita apapun hasil pekerjaan mereka. Jangan menunda sedikitpun ketika mereka menyodorkan hasil karya mereka kekita. Momentum ini seperti pintu masuk kita untuk memberikan kritikan, saran dan pelajaran kepada mereka.

Terakhir, itu semua hanya teori yang tidak akan berguna kalau kita tidak melakukannya  dengan konsisten.

Dengan begitu orang tua layaknya guru di rumah dan guru layaknya orangtua disekolah.Anak anakpun akan nyaman dalam belajar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun