Mohon tunggu...
RAFAEL JEREMY HAYANTORO
RAFAEL JEREMY HAYANTORO Mohon Tunggu... Universitas Gadjah Mada

Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency

Artikel Ini Dibikin Buat Kamu yang Beli Crypto Cuma Karena FOMO

13 Oktober 2025   02:19 Diperbarui: 13 Oktober 2025   02:19 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cryptocurrency. Sumber : freepik.com

Pernah ga si kamu lagi scroll TikTok terus tiba tiba nemuin sebuah video yang membahas tentang crypto? Videonya ngomongin soal crypto yang dianggap sebagai instrumen investasi masa depan yang menjanjikan atau bahkan cuan yang bisa bikin financial freedom

Fenomena tersebut sudah tidak asing lagi di media sosial yang kerap kali kita gunakan, hal ini karena dunia crypto memang lagi panas-panasnya dan semua orang pengen ikutan investasi dan juga pengen ikutan cuan. Tapi di tengah euforia itu, kita jarang nanya hal yang paling sederhana yaitu apakah sebenarnya kita investasi crypto karena memang paham fundamental crypto atau cuma ikut ikutan aja supaya engga dibilang bodoh dan supaya dianggap melek investasi?

Belakangan ini, muncul tren yang banyak sekali diikuti oleh anak-anak muda khususnya kalangan Gen Z yaitu Crypto. Crypto adalah mata uang digital yang dapat digunakan untuk transaksi antar pengguna tanpa perlu melewati pihak ketiga, mata uang ini dilengkapi dengan teknologi blockchain yang menjamin tingkat keamanan yang tinggi (Allianz, 2021). Simpelnya, crypto ini adalah instrumen investasi yang memungkin kita untuk menaruh uang dalam bentuk aset digital sambil menganalisis apakah nilainya akan naik atau turun.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan bahwa “Nilai transaksi tahun lalu juga mencatat kenaikan yang signifikan dibanding tahun sebelumnya, Total sebesar Rp650,6 triliun naik 335,9%”. Beliau juga menambahkan bahwa pertumbuhan ini tentunya tidak hanya mencerminkan semakin luasnya manfaat aset crypto oleh masyarakat, tetapi juga menegaskan bagaimana peran strategis dan posisi potensi negara kita di dalam ekosistem aset keuangan digital global. (Bloomberg Technoz, 2025)

Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya tahun, semakin banyak juga orang -orang yang melakukan transaksi di aset crypto ini. Ada data dari Bappebti yang mengatakan bahwa 12,4 juta investor crypto pada Februari 2022 sebesar 40 persen didominasi oleh kalangan Gen Z. Ditambah lagi ada data dari Tokocrypto yang mengatakan bahwa 67 persen dari total investor crypto yang ada di Indonesia didominasi oleh Gen Z terutama yang berumur 18-34 tahun. (Kompas, 2022)

Hal tersebut tentunya tidak lepas dari pengaruh influencer yang tersebar di seluruh sosial media seringkali membuat video motivasi untuk para anak muda bahwa mereka harus keluar dari rantai belenggu kemiskinan, dan kerap kali mereka mengaitkannya dengan crypto sebagai jalan keluarnya. Anak muda tentunya merespons dengan membeli koin crypto yang banyak direkomendasikan di sosial media tanpa tahu bagaimana fundamental crypto itu sendiri, dan banyak dari mereka yang menganggap bahwa orang-orang yang tidak investasi crypto adalah orang yang ketinggalan zaman dan tidak melek terhadap investasi sehingga dianggap tidak akan keluar dari belenggu kemiskinan.

Fenomena tersebut sejalan dengan teori sosiologi ekonomi yang dikemukakan oleh Mark Granovetter (1985) yaitu tindakan ekonomi yang dilakukan oleh manusia tidak lepas dari faktor sosial di sekitarnya. Simpelnya, setiap keputusan ekonomi yang kita ambil itu selalu embedded atau melekat dengan faktor sosial, budaya, dan hubungan antara individu, atau dalam bahasa mudahnya ekonomi itu tidak pernah jalan sendirian.

Dalam konteks crypto, teori ini sangat terlihat jelas dimana banyak anak muda di Indonesia khususnya kalangan Gen Z yang membeli aset digital seperti crypto bukan karena mereka paham dengan teknologi seperti blockchain atau paham fundamental koin crypto itu sendiri, tetapi karena dorongan sosial yang ada di sekitarnya. Contohnya seperti ketika teman-teman di tongkrongan mulai membicarakan cuan dari crypto, pastinya seseorang akan merasa perlu ikut agar tidak dianggap ketinggalan. Contoh lainnya seperti ketika ada influencer di TikTok dan Instagram yang menunjukkan portofolio hasil investasinya yang biasanya profit besar-besaran, alhasil banyak anak muda yang tergoda dan akhirnya mereka membeli koin yang sama tanpa melakukan riset lebih lanjut, padahal bisa saja itu adalah strategi dari influencer tersebut untuk menaikkan harga suatu koin crypto dan ketika sudah banyak orang masuk, mereka akan menjualnya. Bahkan ada juga yang membeli crypto itu hanya supaya terlihat keren dan dianggap melek investasi di lingkungannya. 

Maka, langkah apa yang bisa dilakukan? Dari sisi pemerintah, melalui OJK dan Bappebti dapat memperkuat edukasi mengenai resiko aset digital dan bukan hanya potensinya keuntungannya saja, seperti contohnya membuat program literasi keuangan di sekolah atau kampus agar anak muda memahami bahwa investasi tidak selalu berarti ikut-ikutan. Dari sisi platform media sosial dan influencer, mereka juga bisa jadi jembatan untuk mengedukasi para anak muda, bukan hanya menyebarkan tren tetapi juga menyebarkan edukasi mengenai resiko dan analisis fundamental crypto. Dari sisi individu, anak muda perlu kesadaran bahwa menjadi seseorang yang melek investasi tidak harus mengikuti semua tren, melainkan harus memahami fundamental investasi itu sendiri dan memiliki pendirian yang teguh.

Pada akhirnya, tren crypto di kalangan anak muda bukan hanya soal investasi, tapi juga tentang cara kita mencari pengakuan di tengah dunia yang serba digital. Tidak ada salahnya ikut tren selama kita paham fundamental dan resikonya, yang menjadi masalah adalah ketika kita hanya mengikuti tren tanpa menganalisisnya lebih dalam. Karena pada akhirnya, nilai sejati bukan di berapa cuan yang kita dapat, tapi di seberapa bijak kita mengambil keputusan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun