Dalam era digital, penggunaan AI sudah bukanlah hal yang asing, bahkan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari bagaimana AI tidak lagi hanya menjadi pendukung tugas sehari-hari, tetapi juga sudah bergeser ke ranah hiburan. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Kominfo, pemerintah telah merumuskan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020--2045 sebagai pedoman pengembangan teknologi AI (Kominfo, 2024). Selain itu, pada Desember 2023, pemerintah juga meluncurkan Strategi Nasional Ekonomi Digital dengan salah satu pilar utamanya berfokus pada riset, inovasi, dan ekosistem AI (Kominfo, 2024). Hal ini membuktikan bahwa perkembangan AI di Indonesia semakin masif dan tidak bisa diabaikan.
Perkembangan ini memang membawa banyak manfaat, tetapi juga memunculkan persoalan baru. Beberapa waktu lalu, media sosial ramai dengan pembahasan AI yang mengikuti gaya artist salah satu animator Jepang, yakni Ghibli Studio. Trend ini dimulai dengan orang-orang mengunggah foto mereka dengan gaya animasi Ghibli Studio dan segera menjadi perbincangan hangat. Banyak pelaku seni menilai tren ini sebagai bentuk plagiarisme dan pelanggaran hak cipta, meski di sisi lain sebagian orang menganggapnya sebagai ekspresi penggemar. Fenomena ini memperlihatkan adanya benturan kepentingan antara kreativitas teknologi dan hak kekayaan intelektual.
Kontroversi AI tidak berhenti sampai di situ, sebab perkembangan tren terus bermunculan. Baru-baru ini, muncul pula tren mengedit foto menggunakan AI agar seolah-olah seseorang sedang berfoto dengan idolanya. Pada awalnya, publik menanggapinya sebagai bentuk kekaguman biasa, tetapi seiring waktu tren ini berkembang ke arah yang lebih meresahkan. Beberapa figur publik, termasuk pemain bola di Indonesia, menilai tindakan ini melanggar privasi, menimbulkan fitnah, bahkan berpotensi sebagai pelecehan. Dari kasus ini, terlihat jelas bahwa rendahnya kesadaran etis dapat mengubah hiburan menjadi masalah serius.
Melihat fenomena ini, jelas bahwa regulasi khusus mengenai AI sangat dibutuhkan demi melindungi masyarakat. UU ITE yang ada saat ini belum cukup untuk mengatur penggunaan AI yang kian berkembang pesat. Regulasi baru harus mencakup perlindungan hak cipta, privasi individu, serta batasan yang jelas agar AI dapat digunakan dengan tepat. Landasan hukum yang kuat serta aturan yang tegas dapat membawa perkembangan AI di jalur yang benar. Dengan begitu, teknologi ini tetap bisa mendorong inovasi tanpa merugikan pihak lain.
Namun, aturan saja tidak cukup tanpa partisipasi aktif dari masyarakat sebagai pengguna. Kita semua perlu menumbuhkan kesadaran bersama bahwa setiap tindakan dengan AI memiliki konsekuensi nyata. Mari kita gunakan teknologi ini bukan untuk melanggar hak orang lain, tetapi untuk berkreasi, berinovasi, dan memperkaya hidup. Jika regulasi, edukasi, dan sikap bijak dapat berjalan beriringan, maka AI akan menjadi sahabat yang mendukung kemajuan. Dengan demikian, AI dapat menjadi peluang besar untuk masa depan, bukan ancaman yang meresahkan.
Referensi:
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2024). Membangun Ekosistem AI di Indonesia untuk 2030, Potensi dan Tantangan. Jakarta: Kominfo. [Daring] Tersedia pada: https://www.komdigi.go.id/berita/infrastruktur-digital/detail/membangun-ekosistem-ai-di-indonesia-untuk-2030-potensi-dan-tantangan [Diakses 30 September 2025].
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI