Mohon tunggu...
RADOT SIMAMORA
RADOT SIMAMORA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Pemulung, CEO rumahpemulung.com

"...Teman Pemulung dan Sahabat Buruh..."

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pemulung, Siapa Memperhatikannya?

7 Mei 2016   14:53 Diperbarui: 7 Mei 2016   19:03 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Pemulung mengambil sampah yang menumpuk di Kali Sunter, Kemayoran, Jakarta Utara, Senin (4/10/2010). Kali Sunter merupakan salah satu kali yang mengalir menuju Banjir Kanal Timur. Namun pada kenyataannya aliran kerap tidak lancar karena tersumbat oleh sampah yang menumpuk, sehingga air tetap meluap. (KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES)Sejak 2010, saya mengajak para perusahaan yang berkontribusi (melalui sampah kemasan produk), di antaranya perusahaan minuman ringan, susu, bersoda, dan air mineral. Pernah satu kali, mengajak produsen handphone terkemuka kala itu, namun belum sampai pada titik berhasil mendapatkan mitra untuk mengerjakan proyek sebagai bentuk memperhatikan "pemulung", di benak saya selalu tebersit satu pertanyaan yang belum bisa terjawab, "Pemulung, siapa memperhatikan?"

Sempat mendapat respons dari Ibu Menteri Lingkungan Hidup, Ibu Siti Nurbaya di mana beliau menjawab email saya ikhwal perhatian kepada para "pemulung" namun kandas di staff ahli Ibu Menteri. Hingga kini juga belum mendapatkan teman dalam mengerjakan proyek manusia sekaligus proyek mengamankan bumi dari sergapan sampah kemasan jutaan setiap hari.

Pemulung, di pikiran saya adalah jenis pekerjaan (belum masuk daftar pekerjaan di sensus penduduk). KBBI mendefenisikan "memulung/me·mu·lung/ v mengumpulkan barang bekas (limbah) yang terbuang (sampah) untuk dimanfaatkan sebagai bahan produksi dan sebagainya; pemulung/pe·mu·lung/ n orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas (seperti puntung rokok) dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditas; orang yang memulung...http://kbbi.web.id/pulung-2" 

Dari beberapa perbincangan dengan pemulung, tak satu pun di antaranya yang menaruh cita-citanya sebagai pemulung. Karena selain terlihat kumuh, pemulung juga tak dipandang penting oleh masyarakat, apalagi diperhatikan, jauhlah api dari panggang. Padahal, terlepas dari semua atribut yang dipersepsikan kepada pemulung, menjadi pemulung tidak saja mencari nafkah di tempat yang tak terpandang. Lebih dari itu, pemulung setiap harinya mengamankan bumi ini dari serbuan kemasan produk. Tak sulit kita menemukan potret tak terpuji dari pengendara mobil yang seenaknya membuka kaca lalu mencampakkan kemasan produk yang baru saja dikonsumsinya. Mungkin saja saya hanya kebetulan, tapi duduklah 5 - 10 menit dipinggir jalan, lalu lihatlah betapa banyaknya kemasan terbuang terbawa derasnya laju mobil. 

Pemulung, dengan gerobak dorongnya, pengait, lusuh, kering, tak terawat, terkadang kaki tanpa alas, terkadang diikuti Istri dan anak-anak, melintasi jalan besar, kecil, gang, mampir di setiap onggokan sampah, harap mereka ada kemasan yang bisa dibawa lalu ditimbang di tempat pertemuan, dijual setelah disortir, sebagian ada yang dikeringkan, siapa yang memperhatikannya? Pemulung, siapa memperhatikan? 

Berawal dari tetangga sebelah kanan rumah, yang ngobrol tentang daur ulang tak jauh dari rumah tinggal saya, di tempat inilah pemulung menjual hasil kemasan yang didapat lalu dari tempat ini juga pemulung membawa uang sebelum ke rumah membawa beras. Beberapa kali musim hujan pemulung pun harus meminjam karena tak banyak kemasan yang didapat yang bisa langsung ditimbang sebab kemasan yang ditimbang setidaknya bebas dari air.

Diskusi itu pun menggugah saya, lalu kemudian memikirkan kenapa pemulung menjual kemasan dengan harga yang sangat rendah (saat ini kemasan botol plastik Rp3.500/kg) yang pada faktanya botol plastik per kilo nya paling tidak mengumpulkan sedikitnya 100 botol ukuran 600 Ml - 80 Ml. Perhatian saya pun lebih kepada apa yang bisa dikerjakan untuk pemulung menjual lebih mahal. Saya pun temukan alur kemasan yang didaur ulang ini. 

Pemulung - Agen Kecil - Agen Sedang - Agen Khusus/Agen Besar - Pabrik, 4 tahap alur kemasan ini ditimbang, disortir, dikeringkan, dikelompokkan, lalu dibawa ke pabrik penghacur/daur ulang. Di sinilah saya temukan ide memperpendek alur ini setidaknya menjadi: Pemulung - Agen Kecil - Pabrik Daur Ulang. Prinsipnya memotong alur berarti menghemat biaya yang kalau biaya lebih hemat, harga jual pemulung pasti akan lebih baik. Apa yang dibutuhkan? Adalah Mesin Anjungan Sampah (MAS - red). Lalu, bagaimana kerja MAS? Mesin ini diletakkan di Agen Kecil, lalu setiap pemulung menghantar kemasannya MAS ini akan mengecilkan (slicing-mengiris menjadi lebih kecil) sehingga Agen Kecil bisa mengantarkan ke Pabrik Daur Ulang dengan kapasitas lebih banyak karena sudah berupa potongan-potongan kecil.

MAS inilah bentuk perhatian kepada pemulung. Dengan MAS nilai ekonomi kemasan yang didapatkan pemulung lebih baik dan alur diperpendek sehingga harga yang diterima pemulung jauh lebih baik. Proyek ini mengamankan bumi dari serbuan kemasan sekaligus memperhatikan satu pekerjaan yang belum masuk daftar sensus penduduk, yaitu memperhatikan pemulung. 

Mengulang judul artikel pendek ini, Pemulung, Siapa Memperhatikan? adalah bagi setiap kita yang ambil bagian dalam kampanye ini sekaligus merekomendasikan perusahaan kita untuk menjadi pemerhati pemulung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun