Jakarta, 5 Agustus 2025 - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Saintek Muhammadiyah, Radityo Satrio, menanggapi maraknya pengibaran bendera Jolly Roger dari serial One Piece yang viral di media sosial dan ruang publik menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurutnya, pengibaran simbol tersebut bukan bentuk makar atau upaya menggantikan simbol negara, melainkan ekspresi kultural dan kritik sosial dari anak muda.
"Bendera One Piece bukan simbol pemberontakan terhadap negara. Itu ekspresi anak muda yang sedang resah, kecewa, dan ingin suaranya didengar. Jangan buru-buru menuduh mereka anti NKRI," tegas Radityo.
Ekspresi Simbolik, Bukan Aksi Radikal
Radityo melihat bahwa bendera bajak laut ala One Piece mencerminkan semangat kebebasan, perlawanan terhadap ketidakadilan, dan solidaritas. Hal ini, menurutnya, relevan dengan kondisi anak muda hari ini yang mulai muak dengan ketimpangan sosial, ketidakadilan, serta hilangnya ruang partisipasi bermakna dalam demokrasi.
"Anak muda tidak anti-nasionalisme. Mereka hanya sedang mencari bentuk-bentuk baru dalam mengekspresikan cinta tanah air dan kritik terhadap ketimpangan," ujarnya.
Ajak Bijak dan Proporsional
Ia juga mengimbau semua pihak, terutama aparat dan pemerintah, untuk tidak gegabah dalam menyikapi fenomena ini secara hukum. Pengibaran simbol seperti Jolly Roger menurutnya harus dibaca dalam kerangka kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusi, selama tidak menggantikan atau merendahkan lambang negara.
"Selama bendera Merah Putih tetap berkibar sebagai simbol utama, ekspresi lainnya jangan dibaca sebagai ancaman. Tapi sebagai pesan. Anak muda sedang bicara," ungkap Radityo.
Seruan: Dengarkan, Bukan Represif