Mohon tunggu...
Raditya Putra Efendi
Raditya Putra Efendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Film dan Televisi - Universitas Pendidikan Indonesia

A Pop Culture enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

A Satirical yet Empowering Acid Trip: A Barbie Review

7 September 2023   12:57 Diperbarui: 7 September 2023   13:02 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Warner Bros. Pictures

A. Subverting Expectations

Ketika pertama kali Warner Brothers mengumumkan kalau mereka akan bekerja sama dengan Mattel dalam memproduksi film live-action dari Barbie, reaksi saya tidak jauh berbeda dari banyak orang. Dimana kita mengira kalau ini hanya akan menjadi another soulless cashgrab project yang menyebabkan kita tidak terlalu peduli dengan projek ini. Namun, Warner Brothers managed to subvert people expectations ketika mereka mengumumkan kalau Greta Gerwig beserta pasangannya Noah Baumbach akan terlibat dalam proses penulisan naskah, dimana Gerwig sendiri akan menjadi sutradara filmnya. Berita ini tentunya menarik perhatian dari para cinephile dan "filmbros" karena dua filmmaker tersebut terkenal dengan projek-projek indienya, dimana mereka adalah nama terakhir yang orang pikirkan ketika membahas soal film studio besar belum lagi merupakan sebuah adaptasi from an already existing IP.

Sumber: Warner Bros. Pictures
Sumber: Warner Bros. Pictures

And subverting expectations is the perfect way to describe this film. Karena ketika membahas soal “film Barbie” yang orang bayangkan adalah film-film animasi jadul yang menempatkan karakter-karakter barbie kedalam skenario-skenario fantasi. Namun, pada film Barbie yang satu ini, Gerwig tidak berfokus untuk membawakan cerita fantasi mengenai dunia mermaid, three musketeers, or princesses. Justru pada film Barbie yang satu ini, Gerwig membawakan sebuah kisah yang begitu nyata. Menggunakan “produk Barbie” iu sendiri sebagai alat metafora untuk membahas isu-isu besar yang benar-benar kita hadapi dalam kehidupan nyata sambil membawa pesan yang begitu kuat dan empowering. Barbie merupakan sebuah film yang terasa seperi acid trip yang dipenuhi dengan 4th wall breaks, charm, and powerful messages.

Naratif dari film ini sendiri is the perfect marriage (pun intended) between Gerwig charm and empowering story with Baumbach satirical, eerie, dry humor yang menghasilkan sebuah keseimbangan antara cerita yang downright silly but also touching and empowering, walaupun ya terkadang the jokes are a little too corny and that the messages are a little on the nose. Perpaduan antara Truman Show dan Lazy Town mampu memberikan sebuah film yang terlihat ringan dari permukaan, tapi begitu dalam dengan social commentaries and existential ideas yang dibawakan.

B. A Flawed Masterpiece

Selain dari ide naratif serta pembawaan pesannya yang kuat, aspek lainnya yang membuat Barbie begitu eye catching ada dari cast performancenya. Sama halnya dengan film pendamping double feature nya yaitu Oppenheimer. Barbie dipenuhi oleh aktor-aktor ternama yang mengisi jajaran film sebagai pemeran pendukung. Dan sama halnya juga seperti Oppenheimer, setiap aktor memberikan performance yang kuat meskipun dengan screentime yang terbatas. Beberapa yang stand out diantaraya ada Issa rae, Kate McKinnon, Hari Nef, Kingsley Ben-Adir, Ncuti Gatwa, dan Michael Cera. 

Dan pastinya performance yang kuat juga datang dari Margot Robbie serta Ryan Gosling sebagai Barbie dan Ken. Mereka berdua memainkan karakternya dengan sangat baik dan ikonik dimana mereka menjadi driving force bagi film ini. Khususnya bagi Gosling yang went absolutely hard to embody Ken, dimana ada banyak sekali momen ikonik and absurd humor dalam film yang lahir thanks to performance dari Gosling sebagai Ken. This just solidify how we truly need more Gosling in a comedy film, because this might be his most iconic role yet.

Sumber: Warner Bros. Pictures
Sumber: Warner Bros. Pictures

Namun, tak semua aspek dalam film ini bisa dibilang flawless. 2 things that really caught me off guard from the film was how basic the cinematography is. Mengingat bagaimana DP yang bekerja dalam film ini adalah orang yang sama yang mengerjakan banyak film Scorsese. At first it wasn’t really noticeable (especially at the Barbieland sequence) but once Barbie and Ken go out to the real world, you would notice it immediately. Dan pada saat itu saya sadar, kalau aspek visual dari film ini bertumpu berat pada production design nya yang memang impressive and definitely my top pick for the Oscars.

Selain itu penggunaan musical score serta soundtracknya yang kurang ikonik dan memorable, yang cukup mengagetkan. Karena sebelum film ini rilis, there’s so much buzz and hype surrounding the music of this film melihat artis-artis yang terlibat didalamnya. Namun setelah menonoton filmnya, tak ada satupun lagu ataupun musik yang langsung menempel dan terngiang-ngiang kedalam benak saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun