Mohon tunggu...
Raden Prayudi Setia Affandie
Raden Prayudi Setia Affandie Mohon Tunggu... Assistant Analyst Internal Relations -

Human

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Cendol Demi Para Kartini di Kudus

22 April 2016   17:14 Diperbarui: 22 April 2016   17:25 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pak Mesran sang tukang cendol Palmerah"][/caption]April, bulan ketika semua orang mendadak meneriakkan kesetaraan perempuan. Tiba-tiba mengelu-elukan seseorang bernama Kartini, menganalogikan setiap perempuan yang tengah berjuang sebagai penerusnya. Memang benar adanya, semakin kesini peran seorang perempuan semakin kentara, namun jangan lupa, untuk posisi perempuan seperti ini ada laki-laki yang harus “berkorban” pula.

Pak Mesran—salah satu pejuang laki-laki yang harus ‘mengorbankan diri’ di kerasnya ibukota. Seorang pedagang cendol di kawasan pasar Palmerah, yang harus berjuang sendiri meninggalkan para Kartini-nya di kota kelahirannya, Kudus. “Istri dan anak-anak tinggal di Kudus, susah kalau dibawa ke Jakarta Mas, sayanya yang takut.” ucap Pak Mesran mengawali pembicaraan kami. Ya, Jakarta memang keras.

Siapa sih yang tidak suka menenggak segarnya segelas es cendol di siang hari? Dengan modal 5ribu saja, sengatan matahari rasanya tersedot habis. Tapi sayang, musim di ibukota semakin tidak terprediksi, hingga April musim hujan masih saja sering menghampiri.

“Sehari bisa dapet 50-100ribu, Mas kalau untung. Tapi kalau musim hujan bisa ga laku sama sekali. Udah balik modal saja syukur,” begitu ucapan Pak Mesran yang saya tangkap sebagai rasa syukur dibanding keluhan sulitnya berjualan es cendol.

Setelah ucapan itu, tiba-tiba segerombolan anak SD menghampiri Pak Mesran untuk membeli es cendolnya. “Sebentar ya, Mas,” pamitnya sopan. Saya cuma mengangguk memberikan waktu. Mungkin ini ‘balasan’ untuk Pak Mesran atas ucap syukurnya barusan.

[caption caption="Segerombolan anak SD menyerbu es cendol pak Mesran. "]

[/caption] Setelah selesai, Pak Mesran kembali menghampiri saya, menawarkan segelas es cendol yang baru dibuatnya. “Dicoba, Mas,” tawarnya. Saya seruput dengan cepat esnya karena kebetulan siang itu memang Jakarta sedang terik sekali. “Alhamdulillah, Mas. Kalo sedang rame gini, saya bisa sering-sering pulang kampung ketemu anak istri, cuma mereka yang bikin saya inget supaya ga pernah capek disini.”

Segelas es cendol tawaran Pak Mesran pun sudah habis saya tenggak, saya sodorkan selembar lima ribuan untuk dibayarkan sekalian pamit. Pak Mesran menolaknya, dia bilang hitung-hitung ada teman ngobrol.[caption caption="Pak Mesran sang tukang cendol"]

[/caption]Itulah pak Mesran, salah satu laki-laki yang berjuang demi para Kartini nya di kampung, dan karena para Kartini nya lah pak Mesran masih memiliki semangat berjuang menjual es cendol buatannnya, walaupun tanpa keuntungan yang jelas.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun