Mohon tunggu...
Radea Renoza
Radea Renoza Mohon Tunggu... Editor - Ketikan iseng seorang bocah dari daerah

Yak! Perkenalan nama saya Radea Renoza, panggil saja mas za. Saya adalah mahasiswa kedokteran Kampus Kuning angkatan 2019 yang sedang berjuang mengejar cita-cita sebagai pelayan umat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pemberian ASI yang Berasal Bukan dari Ibu Kandung

19 Agustus 2019   20:37 Diperbarui: 19 Agustus 2019   22:05 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

ASI (air susu ibu) bisa dibilang adalah asupan pertama via oral yang diterima oleh seorang manusia. Beberapa keuntungan yang didapatkan dari konsumsi ASI yaitu meningkatkan keintiman ibu dan anak, meningkatkan daya tahan tubuh anak, meningkatkan kecerdasan anak, lebih ekonomis, tingkat nutrisi tinggi yang tidak bisa didapatkan dari susu-susu lain. 

Namun, yang namanya masalah selalu tidak terlepas dari kehidupan manusia. Tak jarang kasus di mana seorang ibu tidak bisa mengeluarkan ASI dalam jumlah yang cukup. 

Ada juga saat di mana setelah melahirkan, seorang ibu meninggal dunia. Ada juga ibu yang kurang pengetahuan dan pengalaman tentang pemberian ASI. 

Padahal, peranan ASI sangatlah penting, apalagi kalau ASI yang berasal langsung dari ibu kandung. Pemberian ASI pun dianjurkan terhitung 6 bulan setelah bayi lahir kemudian dilanjutkan sesuai keinginan dan kebutuhan ibu dan anak[1]. Jika pemberian ASI dari ibu kandung ini mustahil dilakukan, banyak alternatif yang bisa dilakukan seperti ibu susu, donor ASI, menggunakan susu formula, dan lain-lain. Tentu hal ini menuai banyak perdebatan di masyarakat.

Pendapat dari pihak kontra sedikit mengambang dan mudah disanggah : menerima ASI dari ibu lain bisa menularkan penyakit-penyakit seperti HIV sebab pernah ada suatu kasus wabah HIV di Inggris hingga pernah menyebabkan bank ASI di Inggris ditutup pada tahun 1980.[2]

Selain itu, ketidakjelasan ibu pendonor juga menjadi masalah. Riwayat penyakit, penyakit bawaan, gejala HIV yang dimiliki pendodor bisa saja menyebabkan bayi tertular. Yang ketiga, kesterilan proses pengolahan ASI dari pendonor patut dipertanyakan juga.

Permasalahan-permasalahan di atas bisa dengan mudah diatasi dengan mudah pada zaman sekarang ini. Sudah banyak teknologi mutakhir untuk mengatasi permasalahan yang dipermasalahkan. Selain itu, kasus tadi sudah 1980.

Saat ini, telah banyak pabrik yang mengerjakan proses pengolahan ASI donor ini. Contohnya adalah Human Milk Banking Association of North America (HMBANA). 

Sebuah bank donor ini telah menemukan cara processing dari susu donor agar siap dikonsumsi bayi. Prosesnya melalui banyak tahapan mulai dari memeriksa rekam medis donor, cek darah lengkap (rekam jejak HIV dan lain-lain), memastikan pendonor punya diet yang baik. 

Setelah mendapat ASI, bank donor susu ini melakukan penyimpanan dan pasteurisasi. Proses freezing dan pasteurisasi yang dilakukan HMBANA (Human Milk Banking Association of North America ) ini menyebabkan nilai gizi susu donor sedikit berkurang. Setelah melalui dua proses tersebut, terjadi penurunan jumlah IgA, sIgA, IgG, lactoferrin, lysozyme.[2]

Sayangnya, banyak persepsi negatif tentang bank donor susu tersebut. Banyak isu-isu yang tidak terbukti kebenarannya, dua contohnya :

  • Mem-pasteurisasi susu bisa menghancurkan nilai nutrien di dalamnya : Statement di atas adalah MITOS. Karena, ternyata dengan pasteurisasi, justru susu donor lebih aman dikonsumsi daripada langsung diminum mentah dari susu pendonor. Konsumsi susu pasteurisasi ini lebih cocok dibandingnya susu non-pasteurisasi bagi bayi yang lahir prematur, sedang sakit, dan bayi yang belum tertata sistem imunnya. Jadi, konsumsilah donor susu yang terpasteurisasi.[3]
  • Bayi tidak akan tumbuh dengan susu terpasteurisasi : Banyak bayi yang terhambat proses ASI-nya malah diberi susu formula. Faktanya, susu donor terpasteurisasi ini lebih mudah diserap oleh bayi dan malah bisa mempercepat pertumbuhan bayi lebih cepat daripada pemberian susu formula. Selain itu, susu formula justru berpotensi menyebabkan necrotising enterocolitis kepada bayi prematur.[3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun