Mohon tunggu...
Rachmat Dharmawan
Rachmat Dharmawan Mohon Tunggu... lainnya -

orang bodoh yang ingin belajar

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Manusia dan Hakekat Jati Diri

24 Maret 2014   16:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:34 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

bima kecil kini beranjak dewasa, di bangku depan sekolahnya menjadi tempatnya melamun ditengah pesta perayaan kelulusan 100% sebuah SMA di negeri Astina, percakapan gemebira teman-temannya menjadi sebuah kitmat lamunannya " ayo kita kita kovoi keliling kota; bareng siapa juk?;itu bareng si lucas; lucas yang mana juk ? gak kenal aku; ituloh anak yang pake motor satria crom-croman ", senyum picik sang bima menyelinap diantara percakapan teman-temannya (yang lebih mengenal orang dari harta bendanya ), bima merasa aneh mendengar hal-hal konyol itu. bima sendiri sulit bergaul dengan teman sebayanya karena wataknya yang keras dan merasa enggan bergaul dengan gaya kekanak-kanakan, suasana pesta perayaan kelulusan itu tidak menjadi hal berarti bagi bima, yang menjadi beban pikirannya adalah menjadi apa dan menjadi siapa dia setelah lulus sekolah ini.

dengan tubuh lunglai bima beranjak pulang ke rumah dengan langkah yang terlihat tak imbang mungkin akibat beban pikirannya di otak, sesampainya di rumah dewi kunti sang ibu memeluk tubuh bima yang terlihat lencu " bagaimana nak apakah kamu lulus ? " , " lulus " jawab bima, halaman belakang rumahnya menjadi tujuan langsung seperti ingin melanjutkan lamunannya tanpa menyentuh piring makan siangnya yang sudah di sediakan sang ibu, bahkan seragam sekolahnya yang masih putih bersih dan tak ternoda oleh tanda tangan spidol ataupun semprotan pilox itu belum ia tanggalkan, benderangnya langit dan kokok ayam peliharaannya di halaman belakang rumah menjadi suasana baru lamunannya, sang kakak yudhistira pun datang menghampiri bima yang terlihat gelisah " wahai adikku ada apakah gerangan dirimu termenung? " bima tak menjawab dan bergegas pergi ke padepokan tempatnya biasa berlatih dengan saudara-saudaranya.

kedatangan bima di padepokan pun disambut para prajurit dengan ucapan selamat atas kelulusannya, namun bima tak hiraukan itu semua dia melihat sekeliling altar padepokan dan dia dapati arjuna sedang latihan memanah " kemana Resi Dorna ? " tanya bima kepada arjuna, " Resi Dorna sedang pergi ke warung cak mujib wonokromo, katanya mau ngopi sambil baca koran ", jawab arjuna sambil tetap sibuk dengan bidikan panahnya, bima pun melangkah meninggalkan padepokan untuk menemui Resi dorna ke wonokromo.

di wonokromo dia dapati sang resi sedang membaca berita soal kecelakaan Pesawat MH370" eh kau bima, pesen kopi pesen kopi ", " gak Arak ae " jawab bima gelak tawa dorna menyabut bima dengan candaannya, " ada apa ngger ? "pertanyaan jilid 2 dorna, " aku mau mencari jati diriku, aku ingin tahu apa dan siapa sebenarnya aku ini ", "hahaha " tawa dorna meninggalkan korannya " oalah ngger, carilah air suci tirta parwita, maka kau akan tahu hakekat dirimu ", " dimana air itu guru ? ", " di Gunung Candramuka Hutan Tikbrasara ", jawab dorna sambil kembali membaca korannya.

setelah menemui dorna bima pun kembali ke astina untuk pamitan dan meminta izin pada ibunya untuk pergi ke Gunung Candramuka Hutan Tikbrasara, yudistira sang kakak menyahut dalam percakapan antara bima dan dewi kunti " hutan tikbrasara itu hutan gawat hewan pun tak hidup jika memasukinya ". namun bima bersikeras dalam keyakinannya untuk kesana dan mencari air suci tirta parwita atas anjuran sang guru untuk menemukan jati diri, tanpa menghiraukan mendapat izin atau tidak bima bembawa tubuh dan berangkat melakukan perjalanan ke gunung candramuka.

di perjalanan yang di lakukan bima sambil dalam keadaan masih setengah lamun tentang apa dan siapa sejatinya dirinya , di tengoknya ktp yang dulu berisi satus pelajar namun kerena kini telah lulus sekolah halaman status tersebut kosong, bima pun melihat bapak tua yang sedang mencangkul sawah ibanya pun menggerakan dirinya untuk membantu bapak tua itu berjibaku dengan terik matahari di sawah hingga pekerjaan sawah pak tua itu selesai dan sang bapak tua mengajaknya beristirahat sambil menikmati pohong keju " kau berbakat menjadi petani yang hebat nak " ujar pak tua memuji pekerjaan bima, masih saja bima berteman setia dengan lamunannya dan bergumam dalam hati " oh aku ini petani ". tak lama berselang datanglah sekelompok perampok yang menodong harta bapak tua tersebut hal itu memaksa bima untuk bertarung karena tak suka dengan penindasan, setelah berhasil mengalahkan semua perampok itu pak tau kembali berucap " kau kesatria yang hebat nak, kau akan menjadi prajurit yang luar biasa ", masih kembali dalam lamunan bima " oh aku ini kesatria ".

langkah bima pun kembali tersusun menuju ke gunung candramuka sambil mengantongi perasaan bingung yang kian berlipat " sebenarnya aku ini penati atau kesatria ? ", sampailah bima pada hutan trikbasara, disana bima dihadang dua Raksasa Rukmuka dan Rukmakala karena tekad untuk mencari air suci tirta parwita bima pun mau tidak mau harus mengalakan mereka setelah sekian lama  bertempur dan berhasil mengalahkan dua raksasa tersebut bima menyadari bahwa tirta parwita tidak ada di hutan trikbasara, dengan perasaan yang makin kacau bima bergegas pulang untuk kembali menemui sang guru resi durna.

" resi dorna air suci tirta parwita tak ku temui di hutan trikbasara " bima menyapaikan hasil pencariannya di padepokan kepada dorna, " iyo ngger tirta parwita sebenarnya ada di tengah samudra, nek tak omongno nak warung wingi aku kawatir lambene cak mujib bocor ", kembali dengan langkah kaki yang kian kencang bima menuju dewi kunti sang ibu untuk meminta doa restu sang ibu karena ingin melakukan perjalanan menyelami samudra mencari tirta parwita, sang ibupun meledakan tangis yang luar biasa "oalah ngger apakah kau ingin mendatangi kematianmu menyelami samudra ngger", " ibu aku rela mati di usiaku ini asal aku dapati jati diriku ini dari pada aku hidup dengan kebodohan atas ketidaktahuanku akan tujuan hidupku" jawab bima yang di kemas dalam sungkem, yudhistira, arjuna serta nakula dan sadewa datang menghampiri membantu sang ibu untuk membujuk bima agar tak menyelami samudra, namun apalah daya tekad bima bagaikan guntur tang tak terhalangi oleh angin, bima pun melangkahkan kakinya menuju samudra, sang ibu dewi kunti pingsan melihat anaknya berlari menuju samudra yang berarus deras bukan untuk mencari MH370 tentunya tapi untuk jati dirinya saudaranya pun hanya bisa tertegun melihat bima menceburkan diri seolah sang bima mengingini kematianya.

hanya berbekal tarikan nafas yang dalam bima pun menyerahkan tubuhnya kedalam pelukan samudra, udara didada bima yang selama ini setia menemaninya saja takut dan meninggalkan tubuh bima menuju permukaan samudra, kini bima hanya seorang diri hanya tubuh dan rohnya saja yang menemani, didasar samudra bima hanya bisa menyandarkan lutut dan menuju ketidaksadarannya, dalam pandangan bima yang semakin petang bima melihat setitik cahaya yang ternyata itu adalah dewa ruci, dari peristiwa itu bimapun tiba-tiba seolah berdiri di atas awan yang dalam pikirnya bukan alam tempat semestinya dia berada, " dimana aku, sudah matikah aku, oh jagad dewa batara tak kudapatikah hakekatku" rintih bima menahan beban tubuhnya, namun kemudian cahaya itupun tiba-tiba berbicara " hai, jabang jagad masuklah kedalam tubuhku", senyum picik khas bimapun kembali keluar bak sebuah kesombongan di tengah ketidak berdayaan, "hai makhluk yang tak aku tau asal usulnya, tubuhmu itu begitu kecil, kelingkingku saja tak akan dapat masuk kedalam tubuhmu" tutur bima, " apakah kurang luas gunung-gunung yang aku pasakan untuk bumi ini?, apakah kurang luas samudra yang aku utus untuk menjagamu agar tak kepanasan atau kedinginan ini?" jawab sang dewa ruci, bima pun akhirnya masuk kedalam tubuh dewa ruci.

di dalam tubuh dewa ruci, bima melihat sebuah tetesan yang kemudian menjadi 4 kelopak cahaya dalam warna yang berbeda, "apa itu?" tanya bima, dewa rucipun menjelaskan " tetesan itu adalah darah dan darah itu adalah dirimu ","lantas apa 4 cahaya itu?" pertanyaan bima berlanjut, " cahaya merah itu adalah nafsu akngkaramu, cahaya biru itu adalah alam berpikirmu agar kamu bijak, diantara itu ada sebuah perihal yang mengantarmu menuju menuju sisiku yang dilambangkan cahaya putih itu atau mengantarmu menuju murkaku dilambangkan cahaya kuning itu, wahai jabang jagad tujuanmu adalah menuju sisiku atau menuju murkaku, perihal hidup ini jalanilah maka niscaya aku mudahkan", tutur dewa ruci.

bima pun tersadar dari pingsanya yang kini tubuhnya telah berada di tepian samudra di dalam pelukan ibunya dan usap simpati saudara-saudaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun