JANCOK!!!!
Itulah kata-kata yang sangat akrab di telinga semua orang, khususnya orang Surabaya. JANCOK memang kepunyaan orang Surabaya dan secara tidak langsung sudah menjadi hak paten bagi orang Surabaya, dan itu sudah menjadi ciri khas orang Surabaya.
Setiap daerah atau kota sudah pasti mempunyai ciri khas masing-masing, entah itu makanan, logat, pakaian maupun adat istiadatnya.
Di Kota Malang misalnya, ada bahasa yang sangat unik dan sudah menjadi ciri khas kota Malang tersebut, namanya bahasa terbalik / boso walikan ( bahasa Malangnya OSOB KIWALAN ). Bahasa Walikan Kota Malang itu sangat unik dan tidak semua orang bisa karena membacanya dari belakang, misalkan : nama = aman, semok = komes, dan tidak semua bisa di balik. Ada kata-kata tertentu yang tidak bisa dibalik kecuali dengan penambahan huruf vokal.
Di Surabaya juga mempunyai bahasa terbalik / boso walikan, cuma boso walikan Surabaya tidak sama dengan boso walikan Malang. Kalau boso walikan Surabaya ada dua macam : boso walikan kuno dan boso walikan baru. Boso walikan kuno yaitu jamannya orang tua aku yaitu sekitar tahun 1960 -- 1970, sedangkan boso walikan baru itu pada jamanku yaitu tahun 1980 -- 1990. Warga Surabaya sekarang sudah tidak tahu boso walikan Suroboyo. Tetapi anehnya kata-kata JANCOK masih melekat di hati orang Surabaya.
Orang kalau di tanya apa itu JANCOK !! Bukan apa artinya JANCOK, tetapi apa itu JANCOK !! Banyak orang yang menjawab JANCOK itu kata-kata kotor, misui, ngamuk dan masih banyak lagi. Padahal JANCOK itu berasal kata-kata guyonan pada jaman perang, JANCOK mempunyai dua suku kata JAN dan COK, JAN berasal dari kata SAK JANE artinya seharusnya / harusnya, sedangkan COK berasal dari kata DI ENCOK artinya di setubuhi / di garap. Apa yang seharusnya di garap ?, mungkin dijaman gerilya dahulu yang seharusnya di garap adalah musuh, jadi harus di basmi, di sikat habis ( dalam arti peperangan bukan perbuatan mesum ).
Seiring perkembangan jaman kata-kata JANCOK bukan lagi mempunyai arti seperti diatas (yang seharusnya digarap) tetapi sudah menjadi bahasa sehari-hari, bahasa emosi, bahasa perasaan.
Bahasa Persahabatan : " Jancok sik urip wae koen cok " ( jancok masih hidup saja kamu cok ) " Jancok suwe gak ketemu tambah makmur koen " ( jancok lama gak ketemu tambah makmur kamu ).
Bahasa kekecewaan : " Jancok kurang titik ole rejeki " ( Jancok kurang sedikit dapat rejeki )
Bahasa kemarahan : " Jancok matamu gak kethok mek onok uwong " ( Jancok matamu gak lihat kalau ada orang )
Jadi JANCOK bukan lagi seperti sangkaan orang-orang pada umumnya, kata-kata kotor, jorok, misui, bukan lagi seperti itu, JANCOK adalah bahasa emosi, bahasa perasaan, dan itu sudah menjadi bahasa pergaulan warga Surabaya.
Terima kasih
   Salam
 Ra Dewa