Mohon tunggu...
HANDIKO
HANDIKO Mohon Tunggu... Dosen dan Praktisi Hukum Pajak

Auditor, Investigator , Akademisi bidang :akuntansi, perpajakan dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Pajak 7 : Coretax vs Pekerja Freelance

30 Juni 2025   09:39 Diperbarui: 30 Juni 2025   09:39 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada pertengahan tahun 2022 pemerintah melalui Kementrian Keuangan mengumumkan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang arti saling terhubung antara NIK dengan NPWP. Masyarakat sebagai wajib pajak tidak perlu repot lagi membuat NPWP di kantor pajak, cukup mengaktifkan saja NIK nya sebagai NPWP maka otomatis akan terkoneksi. Dasar hukumnya adalah sejak Pemerintah menetapkan UU Nomor 7 Tahun 2021  tentang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) untuk mengintegrasikan NIK sebagai NPWP guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi administrasi perpajakan di Indonesia. Lalu Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Wajib Pajak untuk menetapkan NIK sebagai NPWP. Sejak aturan ini berlaku pada 14 Juli 2022, Indonesia memasuki era baru di mana NIK berfungsi sebagai NPWP. Pemerintah akan menerapkan implementasi penuh NIK sebagai NPWP berdasarkan PMK Nomor 136 Tahun 2023 yang merupakan perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022.

Dengan integrasi antara NIK dengan NPWP maka kedepannya system pajak akan lebih mudah tiap transaksi wajib pajak tanpa perlu wajib pajak tersebut mempunyai NPWP. Bisa jadi kedepannya setiap transaksi yang mencantumkan NIK maka akan terdeteksi transaksi keuangan yang terjadi, setiap penjualan dan pembelian akan terdeteksi. Hal ini dimulai dengan diluncurkannya system pajak terbaru bernama Coretax. System Coretax yang diterus diupdate semakin sempurna sebagai system pajak yang terintegrasi semua perpajakan dalam satu system. Tentu hal ini mempermudah dalam mendeteksi potensi-potensi pajak dimasa depan. Semua transaksi yang berbentuk digital kedepannya akan semakin mudah bagi petugas pajak mendeteksi dengan integrasi NIK dan Coretaxnya yang semakin sempurna. Tidak lagi ada alas an bagi masyarakat yang tidak punya NPWP, karena dengan NIK yang tentunya hamper semua masyarakat punya NIK, sudah cukup bagi petugas pajak untuk memeriksa potensi pajaknya.

System Coretax yang bisa mendeteksi NIK sebagai pengganti NPWP, NIK akan terdata pada system pelaporan pajak di Coretax. Ini akan menjadi database yang mendeteksi lawan transaksi yang akan di cross check tiap transaksinya, tiap pedagang UMKM yang mengaku penghasilannya kecil tapi punya asset banyak tentunya lama kelamaan akan ketahuan lalu akan dilakukan pemeriksaan oleh petugas pajak. Kedepannya tidak bisa lagi setiap orang yang mempunyai penghasilan yang tinggi tidak bayar pajak penghasilan kepada Negara. Jika saat ini banyak masyarakat menghindari PPN, tapi tidak bisa menghindari PPh. Hal ini sudah dimulai dengan Kementrian Keuangan akan mengeluarkan aturan pajak UMKM final pada marketplace yang dipungut tiap transaksi. Pembelinya pun kedepannya akan tercatat atau didata NIK nya saat transaksi, hal ini menjadi dasar pemeriksaan atas jumlah transaksi yang besar atau tidak wajar.

Sebelumnya pelaporan pada PPh 21 dilakukan dengan system lama lalu diperbaharui menjadi online pada situs djponline, lalu perbaharui lagi dengan hadirnya Coretax, semua pelaporan dan pembayaran terintegrasi pada satu system. Hal ini mengubah pemetaan munculnya potensi pajak baru, salah satunya bagi pekerja lepas atau freelance. Bagi pekerja freelance sebelumnya dapat menghindari bahwa penghasilannya tidak besar atau dibawah PTKP, padahal pekerja freelance dibayar oleh suatu perusahaan dalam jumlah yang sangat besar misalnya, jika pembayaran ke pekerja freelance tersebut ingin dijadikan biaya maka harus dipotong PPh 21 pekerja lepas atau tenaga ahli. Jika di potong PPh 21 maka akan terdeteksi di Coretax, yang artinya pekerja freelance tersebut tercatat mempunya penghasilan dari profesinya tersebut, jika mempunyai klien lebih dari satu, misalkan dua atau tiga klien dan semuanya dipotong PPh 21 maka semuanya tercatat di Coretax dan penghasilannya terlihat semuanya, yang artinya tidak bisa menghindar atau mengaku cuma satu klien. Karena di Coretax terlihat berapa banyak bukti potongnya dan jumlah penghasilannya, hal ini sebenarnya juga dapat terdeteksi pada system yang lama di djponline, namun di Coretax disempurnakan lagi dan semakin terintegrasi semua pelaporannya. Dengan semakin sempurnanya Coretax, maka peran petugas pajak mungkin saja kedepannya akan berkurang. Karena semua sudah terintegrasi melalui system, cara kerja dengan mengirim surat secara manual akan berkurang, verifikasi dokumen dikantor pajak juga akan berkurang cukup submit di Coretax sudah bisa verifikasi. Semua jenis profesi dijaman digital ini akan lebih mudah terdeteksi potensi pajaknya, tidak hanya pekerja yang dikantor tetapi semua pekerja yang dirumah pun akan terus dideteksi potensi pajaknya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun