Mohon tunggu...
RACHID LIBOURKI
RACHID LIBOURKI Mohon Tunggu... Diploma Energi Terbarukan ,S1 Matematika .

S1 Matematika, dengan latar belakang akademik sebelumnya di bidang efisiensi energi bangunan dan teknologi energi terbarukan. Saya telah mengikuti pelatihan praktis dalam sistem energi surya dan angin. Minat saya berfokus pada keberlanjutan, inovasi, dan penerapan pendekatan matematis dalam solusi energi masa kini.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pengelolaan Sampah Menjadi Listrik:Perbandingan Indonesia dan Swedia

13 Juli 2025   13:11 Diperbarui: 13 Juli 2025   13:11 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2. TPA Bantar Gebang yang masih menggunakan sistem open dumping. Sumber Wikimedia Commons, CC BY-SA 3.0.

Pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan pembangkitan energi (waste-to-energy/WtE) tengah menjadi sorotan sebagai solusi dua masalah sekaligus: krisis sampah dan kebutuhan energi terbarukan. Indonesia, dengan produksi sampah puluhan juta ton per tahun, menghadapi tekanan untuk mengurangi pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mencari sumber energi alternatif walhi.or.idwalhi.or.id. Di sisi lain, Swedia dikenal sebagai pelopor dalam pemanfaatan sampah menjadi energi, hingga disebut hanya menimbun ~1% dari total sampahnya di landfill blueoceanstrategy.com. Artikel ini membandingkan kebijakan, infrastruktur, serta tantangan Indonesia dan Swedia dalam mengelola sampah menjadi listrik secara ilmiah dan komprehensif. Berbagai data resmi dari Kementerian terkait di Indonesia (ESDM, KLHK) dan laporan internasional (misalnya IEA) turut disertakan untuk memberikan gambaran berbasis fakta.

Situasi Pengelolaan Sampah di Indonesia

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekitar 69,9 juta ton. Komposisi sampah nasional didominasi oleh sampah organik sisa makanan (41,6%) dan plastik (18,7%). Sumber sampah terbesar berasal dari rumah tangga (44%), disusul pasar tradisional dan kawasan komersial menlhk.go.id. Tingginya fraksi organik (sampah basah) dalam timbunan sampah Indonesia menimbulkan tantangan tersendiri bagi teknologi insinerasi, sebab sampah berkelembaban tinggi memiliki nilai kalor rendah sehingga kurang efisien dibakar tanpa pra-pengolahan. Meski demikian, volume sampah yang besar dan terus meningkat menjadi dorongan bagi pemerintah untuk mencari solusi pengelolaan yang lebih berkelanjutan daripada sekadar open dumping di TPA. Pada 2022 saja, volume sampah tercatat ~37,4 juta ton dari 321 kabupaten/kota yang melaporkan data (angka sebenarnya lebih tinggi jika seluruh daerah tercatat) databoks.katadata.co.iddataboks.katadata.co.id. Hal ini menunjukkan betapa mendesaknya persoalan sampah di tanah air.

Pemerintah Indonesia mulai memasukkan WtE sebagai strategi penanganan sampah sejak pertengahan 2010-an. Undang-Undang No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah sebenarnya lebih menekankan pengurangan, daur ulang, dan pengolahan material ketimbang pembakaran. Namun, kian menumpuknya sampah kota besar mendorong terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 18/2016 yang berisi percepatan pembangunan PLTSa di 7 kota. Kebijakan ini sempat mendapat kritik keras dari kalangan pemerhati lingkungan. Mahkamah Agung bahkan membatalkan Perpres 18/2016 pada akhir 2016, menyatakan regulasi itu bertentangan dengan prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan dan kehati-hatian lingkungan. Para penggugat (koalisi LSM) mengkhawatirkan teknologi termal insinerator berpotensi menimbulkan polusi dioksin, abu residu B3 ~25% dari volume yang dibakar, serta biaya tinggi yang membebani pemerintah walhi.or.idwalhi.or.id. Meskipun demikian, pemerintah tidak meninggalkan rencana WtE. Pada 2018, diterbitkan Perpres No.35/2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan, mencakup 12 kota prioritas. Regulasi ini berupaya memasukkan syarat teknologi lebih aman emisi dan menjanjikan insentif seperti tarif listrik khusus.

Hingga tahun 2025, implementasi PLTSa di Indonesia masih dalam tahap awal dan menghadapi berbagai kendala. Dari 12 kota yang ditargetkan dalam Perpres 35/2018, hanya dua fasilitas yang benar-benar telah beroperasi penuh: PLTSa Benowo di Surabaya dan PLTSa Putri Cempo di Solo indonesiabusinesspost.com. PLTSa Benowo Surabaya diresmikan pada 2021 sebagai proyek percontohan nasional. Fasilitas ini mampu mengolah hingga 1.000 ton sampah per hari dengan kombinasi teknologi landfill gas dan insinerasi/gasifikasi, menghasilkan total listrik sekitar 11 MW (2 MW dari pembangkitan gas metana TPA dan 9 MW dari pembakaran sampah). Proyek ini dijalankan melalui kemitraan Pemerintah Kota Surabaya dengan pihak swasta, yaitu PT Sumber Organik uclg-aspac.org. Sementara itu, PLTSa Putri Cempo di Solo mulai beroperasi akhir 2023 setelah penantian tujuh tahun sejak groundbreaking. Menggunakan teknologi gasifikasi, PLTSa Solo mengolah ~545 ton sampah per hari dan menghasilkan kapasitas listrik sekitar 8 MW, di mana 5 MW dijual ke PLN dan sisanya digunakan untuk operasional internal maritim.go.id. Kedua proyek tersebut menunjukkan bahwa secara teknis WtE bisa diterapkan, namun skalanya baru sebatas demonstrasi dibanding total sampah nasional.

Pemerintah pusat kian mendorong pengembangan PLTSa. Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, pada Maret 2025 menegaskan target Indonesia untuk membangun fasilitas WtE terpadu (listrik dan bahan bakar dari sampah) di 30 kota besar hingga tahun 2029, dengan perkiraan kapasitas sekitar 20 MW per kota. Artinya, potensi total ~600 MW dari sampah di 30 kota tersebut. Selain listrik, produk sampah diupayakan mencakup refuse-derived fuel (RDF) atau minyak pirolisis sebagai bahan bakar indonesiabusinesspost.com. Target ambisius ini sejalan dengan estimasi Kementerian ESDM yang mencatat potensi listrik dari volume sampah nasional bisa mencapai 2--3 gigawatt (GW). Angka ini didasarkan pada perkiraan akumulasi volume sampah nasional hingga 1,7 miliar ton hijau.bisnis.com. Untuk mewujudkannya, pemerintah sedang menyiapkan penyederhanaan regulasi dengan melebur beberapa Perpres terkait pengelolaan sampah (termasuk Perpres 35/2018) menjadi satu aturan "elektrifikasi sampah" agar perizinan lebih mudah hijau.bisnis.comindonesiabusinesspost.com. Presiden (per 2025, Prabowo Subianto) bahkan membentuk Satgas Percepatan Infrastruktur Pengolahan Sampah nasional yang melibatkan berbagai kementerian (PUPR, Keuangan, KLHK, dll) di bawah koordinasi Kemenko Infrastruktur dan Kewilayahan indonesiabusinesspost.com.

Salah satu kendala utama PLTSa di Indonesia adalah masalah ekonomi proyek. Biaya investasi dan operasional PLTSa tergolong tinggi, terutama untuk teknologi yang memenuhi standar emisi ketat walhi.or.id. Pemerintah menyadari bahwa harga beli listrik dari PLTSa oleh PLN perlu dibuat menarik bagi investor, namun tidak membebani keuangan negara berlebihan. Perpres 35/2018 sebelumnya menetapkan tarif listrik sampah 13,35 sen USD per kWh (sekitar Rp 1.900/kWh) industri.kontan.co.id. Tarif ini jauh lebih tinggi dibanding listrik berbasis batu bara, sehingga memerlukan skema subsidi. Per March 2025, Dirjen EBTKE ESDM Eniya Listiani Dewi menyatakan pemerintah masih menggodok skema kenaikan tarif atau subsidi untuk menutup gap biaya industri.kontan.co.idindustri.kontan.co.id. Dua opsi yang dipertimbangkan adalah: subsidi langsung pada harga listrik per kWh, atau subsidi melalui peningkatan tipping fee (imbalan per ton sampah yang diolah) industri.kontan.co.id. Menko Perekonomian Zulkifli Hasan menilai tarif yang ada belum cukup menutup biaya pengelolaan sampah, sehingga subsidi diperlukan industri.kontan.co.id. Dengan subsidi yang tepat (misal dari Kemenkeu), pemerintah berharap skema ini dapat mempercepat keterlibatan swasta dalam bisnis PLTSa industri.kontan.co.idindustri.kontan.co.id. Hal ini menunjukkan peran penting dukungan fiskal dan regulasi agar proyek WtE layak secara finansial di Indonesia.

Transformasi TPA menjadi PLTSa menimbulkan dampak sosial tertentu. Ribuan pemulung yang menggantungkan nafkah pada pengumpulan daur ulang di TPA bisa terdampak jika sampah langsung dibakar tanpa proses pemilahan yang melibatkan mereka. Idealnya, sistem WtE tetap mengintegrasikan pemilahan material yang bisa didaur ulang sebelum masuk insinerator, sehingga informal sector dapat berperan dan residu yang dibakar benar-benar yang tidak dapat didaur ulang. Pemerintah mengklaim WtE akan mendatangkan manfaat kesehatan dengan berkurangnya timbunan sampah terbuka yang menjadi sumber penyakit dan emisi metana. Namun, kekhawatiran atas emisi polutan dari cerobong insinerator masih ada. Walhi dan koalisi Zero Waste menyoroti risiko pelepasan dioksin/furan dan abu beracun jika pengelolaan tidak sangat hati-hati walhi.or.idwalhi.or.id. Standar emisi insinerator KLHK mewajibkan pemeriksaan dioksin setiap 5 tahun sekali, yang dikritik terlalu longgar oleh pegiat lingkungan walhi.or.id. Maka, tantangan di Indonesia adalah memastikan teknologi yang dipakai benar-benar ramah lingkungan dengan penyaringan emisi canggih, serta transparansi monitoring polusi. Secara ekonomi, tarif retribusi sampah untuk warga mungkin perlu dinaikkan agar mekanisme cost recovery PLTSa berjalan -- hal yang bisa menimbulkan resistensi publik bila tidak diimbangi perbaikan layanan pengolahan sampah yang nyata.

Keberhasilan Pengelolaan Sampah dan WtE di Swedia

Swedia sering dijadikan contoh sukses pengelolaan sampah modern. Negara ini memiliki infrastruktur pengelolaan yang lengkap mulai dari pemilahan limbah rumah tangga, daur ulang material, pengomposan, hingga insinerasi dengan pemulihan energi. Hasilnya, hampir 99% sampah rumah tangga di Swedia didaur ulang atau dikonversi jadi energi -- hanya ~1% yang berakhir di landfill blueoceanstrategy.com. Pada 2022, Swedia menghasilkan sekitar 4,7 juta ton sampah rumah tangga (setara 449 kg per kapita) dan sukses mengelola 55% di antaranya melalui insinerasi berenergi (energy recovery), sekitar 28% didaur ulang material, 16% diolah biologis (kompos/anaerobik), dan hanya 1,6% ditimbun avfallsverige.seavfallsverige.se. Kebijakan pemerintah Swedia melarang penimbunan sampah yang bisa dibakar sejak 2002, disertai pajak landfill (dan sempat ada pajak insinerasi 2020-2022) untuk mendorong alternatif pengolahan avfallsverige.seavfallsverige.se. Jaringan district heating (pemanas distrik) yang luas di Swedia juga menjadi pendorong: limbah yang tidak dapat didaur ulang dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk pembangkit panas dan listrik Combined Heat and Power (CHP). Akibatnya, landfill konvensional nyaris tidak digunakan lagi untuk sampah kota. Bahkan, Swedia memiliki kapasitas insinerasi lebih besar dari sampah domestiknya sehingga mengimpor 1,4--1,6 juta ton sampah per tahun dari negara lain (Norwegia, UK, dsb) untuk diolah menjadi energi pub.norden.org. Model bisnis ini menguntungkan Swedia yang mendapat bayaran tipping fee sekitar USD 40+ per ton dari negara pengirim blueoceanstrategy.com, sembari menjaga insinerator tetap beroperasi optimal.

Hingga kini terdapat sekitar 34--35 instalasi insinerator WtE yang tersebar di Swedia avfallsverige.sereasonstobecheerful.world. Total kapasitas terpasang untuk pembakaran sampah campuran sekitar 7,1 juta ton per tahun, dengan realisasi 2022 sekitar 6,8 juta ton sampah dibakar untuk energi pub.norden.orgpub.norden.org. Hampir semua insinerator dioperasikan sebagai PLTU-CHP yang menghasilkan listrik sekaligus panas. Pada 2022, pembangkit WtE Swedia menghasilkan sekitar 17,9 TWh energi panas (heat) dan 3 TWh Listrik pub.norden.org. Energi ini memasok ~25% kebutuhan panas untuk pemanas distrik nasional dan sekitar 1,8% konsumsi listrik Swedia pub.norden.org. Angka kontribusi listrik memang relatif kecil (Swedia sebagian besar mengandalkan energi rendah karbon lain seperti nuklir dan hidro >80% listriknya reasonstobecheerful.world), namun peran utama WtE adalah pengelolaan sampah ketimbang penyedia listrik. Sebagai ilustrasi, 1,445 juta rumah tangga di Swedia mendapat suplai panas dari WtE dan 780 ribu rumah tangga mendapat listriknya reasonstobecheerful.world. Salah satu instalasi terbesar, SYSAV di kota Malm, membakar ~600 ribu ton sampah per tahun, memenuhi 60% kebutuhan panas kota tersebut reasonstobecheerful.world. Efisiensi energi sektor ini juga tinggi karena integrasi panas-listrik; Swedia mengklaim setiap ton sampah menghasilkan energi lebih banyak dibanding negara lain berkat optimalisasi CHP smartcitysweden.comsmartcitysweden.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun