Mohon tunggu...
Rosalia Ayuning Wulansari
Rosalia Ayuning Wulansari Mohon Tunggu... Freelancer - shinzou wa sasageyo!

Ikatlah ilmu dengan pena, torehkan melalui tinta, niscaya kau akan hidup selamanya melalui karya-karya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pemilu, Polemik Demokrasi yang Perlu Direfleksi

15 Februari 2019   19:00 Diperbarui: 16 Februari 2019   20:49 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Pemilihan Umum (KOMPAS/HANDINING)

Indonesia akan segera mengadakan hajatan demokrasi terbesar 17 April mendatang. Konon partisipasi rakyat dalam melubangi surat suara di bilik TPS pada tanggal tersebut akan menentukan bagaimana nasib negeri ini lima tahun selanjutnya, dan juga siapa saja wakil rakyat yang duduk di kursi parlemen.

Pemilu, lazim dikatakan sebagai pesta demokrasi. Secara umum pemilihan umum lahir dari konsepsi dan gagasan besar demokrasi, yang mana pemilu ini juga menjadi parameter terwujudnya demokrasi (Huntington, 1993). 

Dalam demokrasi, ada nilai-nilai partisipatif dan kedaulatan yang dijunjung tinggi serta harus dijalankan oleh warga negara dan instrumen negara. Pemilu inilah yang menjadi bentuk partisipasi rakyat untuk turut berperan aktif dan menjadi bagian dari proses demokrasi.

Namun hajatan demokrasi 2019 ini telah terciderai beberapa kasus pelanggaran. Anggota Badan Pengawas Pemilu, Fritz Edward Siregar menyebutkan kepada viva.co.id bahwa pihaknya telah menerima 192.129 laporan dan temuan pelanggaran kampanye per 15 Desember 2018. 

Terdapat pelanggaran kampanye sebanyak 176.493 pemasangan alat peraga di tempat yang dilarang, 14.255 alat peraga kampanye (APK) yang mengandung materi yang dilarang, dan 1.381 pemasangan APK di kendaraan angkutan umum. Fritz menambahkan ada juga laporan terkait kegiatan kampanye yang dilakukan di luar waktu yang ditentukan yakni Terdapat sebanyak 414 iklan kampanye yang sudah dilaksanakan di luar waktu.

Belum cukup dengan adanya pelanggaran kampanye, pemilu 2019 ini juga lumayan banyak menyuguhkan drama hoaks di berbagai media. Melansir dari laman kominfo.go.id, sebanyak 62 konten hoaks terkait Pemilu 2019 diidentifikasi oleh Kementerian Kominfo selama Agustus-Desember 2018. Hoaks paling banyak teridentifikasi pada Desember 2018. 

Kementerian Kominfo juga merilis informasi mengenai klarifikasi dan konten yang terindikasi hoaks melalui portal kominfo.go.id dan stophoax.id. Hoaks yang disampaikan pun beraneka ragam, mulai dari topik agama, suku, ras, golongan, juga menyasar calon dan/atau peserta pemilu. Ironisnya lagi masyarakat nampak lebih menikmati hoaks yang beredar di sekitar mereka alih-alih menelusuri lebih detail visi misi, rekam jejak, serta program dari paslon capres/cawapres atau caleg.

Tidak berhenti hanya pelanggaran kampanye dan penyebaran hoaks pemilu saja, masih ada kisruh lainnya yang mewarnai pesta demokrasi 2019 ini. Komisi Pemilihan Umum pada akhir Januari 2019, mengumumkan nama-nama mantan narapidana kasus korupsi yang menjadi calon legislatif atau caleg di Pemilu 2019. 

Dari 14 partai nasional peserta Pemilu, 12 partai di antaranya mencalonkan mantan napi koruptor. Total ada 49 caleg mantan narapidana korupsi yang mencalonkan lagi dalam pemilu mendatang. 

Hal ini tentunya menyisakan tanda tanya besar. Bagaimana bisa para pengerat uang rakyat yang sudah pernah tertangkap basah melakukan korupsi masih diizinkan menjadi caleg. Padahal sudah termaktub dalam pasal 7 ayat (1) PKPU 20/2018 tentang larangan mantan napi korupsi juga napi kejahatan berat lainnya untuk menjadi calon, walau vonis hukumannya kurang dari lima tahun karena pada PKPU yang disebut bukan vonis hukuman, melainkan "ancaman" hukuman sesuai KUHP. 

Namun faktanya masih banyak yang lolos seleksi Banwaslu untuk maju menduduki kursi legislatif, seperti dua politikus yang pernah dipenjara akibat korupsi dan suap: Mohammad Taufik dan Wa Ode Nurhayati, dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun