Karut marut bangsa ini seakan sulit diurai. Pemerintah membohongi rakyat, rakyat juga kerap mengibuli pemimpinnya. Tuhan masih menahan sabar, hingga Indonesia tidak dibinasakan seperti bangsa-bangsa lain ribuan tahun silam.
Saya mendapatkan gambaran rinci soal jejak hidup Muhammad SAW setelah membaca sirah karya Dr Ali Ayari’ati, seorang sosiolog dan tokoh Syi’ah yang terkenal itu. Menurut saya, buku ini detail mengulas nilai-nilai kemanusiaan sang Nabi menjelang wafat. Buku ini menggambarkan dengan sangat hidup bagaimana Muhammad pingsan beberapa kali lantaran demam badann yang tak turun-turun, Muhammad yang dimandikan memakai air bunga, jauh dari pengetahuan Abu Bakar Cs, yang tengah ”sibuk” mengurus kekuasaan pasca nabi.
Sepenggal karya ini berkisah tentang Muhammad akan umurnya yang tidak lama lagi dicabut Sang Pemilik. Nabi mulai sering dihinggapi demam dan sakit kepala yang sangat. Suhu tubuhnya kerap berada diatas batas normal. Nabi kerap pingsan ketika hendak mengimami shalat di masjid dekat tempat tinggalnya. Ia pun dibawa masuk kamar kembali.
Tau ajalnya semakin dekat, Muhammad tidak menyia-nyiakan kesempatan. Suatu ketika Muhammad berhasil memimpin shalat, dan disinilah sikapnya yang terkenal itu dikenang.
”Kiranya sudah dekat saat-saat bagiku untuk pergi dari hadapan kalian semua. Karena itu, barang siapa yang merasa bahwa aku pernah mendera punggungnya dengan tidak benar, maka ini punggungku, deralah. Barang siapa yang merasa pernah aku ambil hartanya tanpa hak, maka inilah harta-hartaku, ambillah darinya. Orang yang paling aku cintai diantara kalian adalah yang berani meminta haknya kalau itu memang ada, atau menghalalkannya bagiku,”
Ali Syari’ati menjelaskan bahwa pernyataan itu disampaikan Nabi ber ulang-ulang pada kesempatan yang berbeda. Setiap Muhammad menyampaikan hal serupa, setiap itu pula para sahabat menunduk dan terdiam. Permintaan Muhammad sangatlah berat. Seorang Nabi seluruh alam, yang dijamin bersih dari dosa oleh Tuhannya, yang wilayah takklukkannya terbentang separuh bumi, pemimpin paling berpengaruh di jagat ini, kini harus meminta untuk diadili dan di-Qishash.
Tiba-tiba seorang Badui bangkit berdiri.
” Tuan punya utang kepada saya tiga dirham dan sampai sekarang belum dibayar,” ungkapnya lantang.
Semua yang hadir pada saat itu tidak bisa menahan diri. Tangispun pecah. Masjid itu tercekam kesunyian yang menindih dan menyakitkan. Nabi sadar betul orang-orang yang hadir di sana sedang gelisah akibat sikap ”lancang” penagih utang itu. Nabi langsung membayar utang sesuai dengan yang disebut.
Nabi masih merasakan demam tinggi yang membuatnya berdiri dihadapan sahabat sambil menggigil.
” Tuan pernah mencambuk perut saya saat terjadi perang dulu,” tiba-tiba laki-laki lain berdiri.