Mohon tunggu...
R Mohamad Karunia Romadhoni
R Mohamad Karunia Romadhoni Mohon Tunggu... Auditor - Praktisi Akuntan Terdaftar Di Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Seorang Akuntan terdaftar di Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Pemimpin Kantor Jasa Akuntan R Mohamad Karunia Romadhoni S.E.,Ak.,CA

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menggugat Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 Melalui Mekanisme Judicial Review Mahkamah Agung dengan Kewenangan Hak Uji Materiil

4 April 2024   22:25 Diperbarui: 4 April 2024   22:28 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menggugat Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 Tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi Melalui Mekanisme Judicial Review Mahkamah Agung Dengan Kewenangan Hak Uji Materiil

Ditulis Oleh RM Karunia Romadhoni S.E.,Ak.,CA.,ASEAN CPA.,CIE.,QIA

(Akuntan Terdaftar di Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Saat Ini Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Pamulang)

 

Pendahuluan

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah resmi menetapkan skema perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) yang berlaku mulai 1 Januari. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam perhitungan pemotongan PPh 21 bagi wajib pajak.

Formula baru itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 Tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Jasa, Atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, selain itu Pemerintah juga baru saja merilis aturan teknisnya lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.

Adapun penggunaan tarif efektif PPh 21 bagi pegawai tetap hanya digunakan dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Januari-November dengan hanya mengalikan penghasilan bruto sebulan dengan tarif efektif bulanan. Nah, pada masa Desember akan dilakukan perhitungan yang sama dengan sebelumnya atau tetap menggunakan tarif Pasal 17 huruf a UU PPh.

Bagi karyawan tentu harus mengetahui aturan ini secara detail lantaran ada kemungkinan pajak yang dipotong di Januari-November terlihat kecil, namun di masa Desember melonjak lebih tinggi atau sebaliknya. Ada kemungkinan pemotongan pajak di Masa Desember lebih besar dibandingkan masa Januari-November, bahkan bisa mengakibatkan lebih bayar.

Menurut Lani Dharmasetya Kepala Departemen Litbang dan Fokus Group Discussion Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagaimana dikutip dari laman nasional.kontan.co.id tanggal 12 Januari 2024 dijelaskan tantangan bagi perusahaan karena bila lebih dipotong, maka perusahaan akan harus membayari kelebihan potong kepada karyawan, sebaliknya bila kurang dipotong maka harus menanggung beban pemotongan pajak.

Dasar Hukum

Dasar hukum skema penghitungan PPh 21 terbaru ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang menyebutkan bahwa: “ Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun