Pernikahan Wanita Hamil
Timbulnya pernikahan Wanita Hamil dalam masyarakat terjadi dikarenakan seiring perkembangan zaman dan budaya, batasan yang telah ditetapkan Islam dilabrak oleh sebahagian masyarakat. Mereka menganggap bahwa hubungan yang bukan mahram adalah sesuatu yang wajar. Bepergian berduaan, pegangan tangan, ciuman atau dikenal dengan hubungan pacaran merupakan tren dikalangan anak muda. Bahkan mereka berani melakukan hubungan yang dilakukan oleh suami istri hingga mengakibatkan hamil diluar nikah.. Adanya pergeseran sosial yang dialami masyarakat khususnya remaja dengan gaya pacaran yang sangat terbuka dan berani sehingga berdampak pada banyaknya kasus perkawinan hamil diluar nikah.
Perkawinan wanita hamil diluar nikah terjadi karena dipicu oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal beberapa faktor tersebut anatara lain adalah hubungan sosial anatara satu dengan lainnya, pendidikan yang tidak memadai dari personalitas (pendidiakn kurang), kebutuhan ekonomi yang semakin hari semakin naik hingga takterpenuhi, pemahaman norma agama dan nilai-nilai spiritual ketuhanan tidak diperdalam dan dipraktekkan dalam kesehariaannya.
Pandangan para ulama tentang pernikahan Wanita hamilÂ
Perkawinan wanita hamil adalah perkawinan yang dilangsungkan karena keadaan atau kondisi seorang wanita dalam keadaan hamil sebelum akad pernikahan..Terjadi perpedaan pandangan dikalangan ulama mengenai model pernikahan ini, ada yang melarang dan adapula yang membolehkan. Perbedaan hukum menikahan wanita hamil terfokus pada dinikahi oleh pria yang bukan menghamilinya. Ulama dari mazhab Hanafiyah dan Syafiiyah membolehkan pernikahan ini.
Sementara ulama yang melarang perkawian wanita hamil yang dinikahi oleh  pria yang menghamilinya atau bukan menghamilinya adalah ulama dari mazhab Malikiyah dan Hambali. Alasan mereka tidak membolehkannya ialah bahwa adanya  hadis yang menyatakan bahwa larangan bagi seseorang untuk menyiramkan'airnya  pada tanaman orang lain.
Perbedaan pandangan dikalangan ulama tentu memiliki landasan kuat dari Alquran dan hadis perihal status atau kedudukan perkawinan wanita hamil. Seperti  dari kalangan ulama syafiiyyah dan hanafiyyah berpatokan pada quran suarah Al-Nur  ayat 3. Sehingga hasil keputusan mereka membolehkan perkawinan wanita hamil baik pria yang menghamilinya atau bukan dengan pria yang menghamilinya tanpa menunggu samapai ia melahirkan. Semenatara dari kalangan ulama malikiyah dan  hambali tidak membolehkan perkawinan wanita hamil sampai ia bertobat. Pandangan  imam malik dua bagian bahwa diperbolehkan menikah kecuali dengan yang  menghamilinya kemudian jika tidak menghamilinya maka tidak diperbolehkan.
Tinjauan secara sosiologis, religious dan yuridis pernikahan Wanita hamil.
- Tinjauan religious
Menurut mazhab Hanafiyah, Syafi'iyah, dan KHI, pernikahan wanita hamil di luar nikah dengan laki-laki yang menghamilinya sah.
Mazhab Malik dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa wanita hamil tidak boleh dinikahi kecuali setelah melahirkan dan selesai masa iddahnya.
Imam Ahmad menambahkan syarat bahwa wanita tersebut harus telah bertaubat dari dosa zina.
- Tinjauan yuridis