Mohon tunggu...
Mohamad Qunut
Mohamad Qunut Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tsunami Selat Sunda, Pengetahuan Sejarah Bencana dan Ilmu Titen

27 Desember 2018   19:56 Diperbarui: 27 Desember 2018   20:44 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari WA Grup TOT DMB Angkatan 3.

Tidak banyak yang tahu bila longsoran aktivitas vulkanik dapat menyebabkan Tsunami, selama ini bila terjadi Tsunami sebelumnya telah terjadi Gempa Bumi dengan skala besar di tengah laut. Dan bencana Tsunami Selat Sunda seakan mengingatkan kita bahwa pentingnya mengetahui sejarah kebencanaan dan ilmu titen.

Sabtu, 22 Desember 2018 kita dikejutkan dengan bencana Tsunami di Selat Sunda. Tidak ada ada gempa besar sebelumnya, bahkan BMKG tidak mengeluarkan Peringatan Dini tentang Gempa di Selat Sunda. Namun tanpa disadari tiba-tiba ombak tinggi mencapai ke daratan yang meluluh lantakan. Menurut data BNPB Dampak Tsunami ini menyebabkan 430 orang meninggal dunia, 1.485 orang luka-luka dan 159 orang hilang.

Apakah peristiwa ini terjadi begitu saja, Apa benar pemerintah lalai dalam upaya mitigasi maupun peringatan dini sehingga menimbulkan banyak korban jiwa? Tanpa bermaksud harus saling menyalahkan, kita belajar bersama dari pengalaman pahit ini agar dikemudian hari dapat siaga menghadapi berbagai kemungkinan terjadinya bencana.

Kita sering melupakan sejarah kebencanaan lokal dan juga kearifan lokal melalui tanda-tanda alam (kalo Istilah Jawa Tengah, Ilmu Titen). Belajar dari sejarah Tsunami selat sunda, selama 11 kali terjadi dapat disebabkan 3 hal yakni[1], 

  1. Erupsi gunung api bawah laut Krakatau yakni di tahun 416, 1883 dan 1928.
  2. Gempa bumi pada tahun 1722, 1852 dan 1958.
  3. Longsoran di kawasan pantai atau bawah laut pada tahun 1851, 1883 dan 1889.

Sementara peristiwa lainnya masih misteri. 

Belajar dari Ilmu Titen atau fenomena alam, terdapat 2 kejadian yang dapat menjadi pijakan yakni :

  • Seekor Buaya dari laut yang jarang ditemui oleh warga, seketika terlihat di darat satu setengah jam sebelum Tsunami Banten dan Tsunami Lampung. Buaya dengan besar tiga meter yang melahap ikan buruannya di Pantai berperilaku aneh, beberapa kali Buaya tersebut berdiri dengan kaki belakangnya dan memandang ke lautan menyisakan ekor yang masih menempel di pasir pantai, tidak biasanya Buaya yang muncul satu bulan dua kali di pantai itu, berdiri tegak memandang laut[2]. 
  • Beberapa menit sebelum gelombang tinggi menggulung kawasan wisata terdengar bunyi yang tak biasa dari arah laut. "Bunyinya klatak, klatak, seperti benda ditabrak air, Kencang sekali[3].

Sejenak kembali ke peristiwa Tsunami Selat Sunda, pada saat kejadian Anak Gunung Krakatau sedang aktif bergejolak meskipun oleh Badan Geologi Kementrian ESDM masih dinyatakan waspada level II dan di saat yang sama BMKG pada pukul 07.00 WIB  Sabtu, 22 Desember menyatakan peringatan dini Gelombang Pasang berlaku sampai dengan 25 Desember 2018.

Pelajaran yang dapat kita ambil yakni, terdapat 2 (dua) kejadian alam yang sedang terjadi, kita tidak dapat memprediksi bagaimana kejadian selanjutnya. Sementara kita  abai terhadap tanda-tanda alam dan sejarah bencana sehingga tidak siap saat bencana datang.

[1] https://news.detik.com/jawabarat/4356277/sejak-tahun-416-tsunami-di-selat-sunda-terjadi-12-kali-ini-daftarnya

[2] http://banjarmasin.tribunnews.com/2018/12/26/tingkah-aneh-buaya-sebelum-tsunami-banten-dan-tsunami-lampung-firasat-tsunami-selat-sunda

[3] https://nasional.tempo.co/read/1158304/cerita-manajer-bunyi-klatak-klatak-sebelum-tsunami-selat-sunda/full&view=ok

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun