Mohon tunggu...
QSEYLA ALIYA_PWK_UNEJ
QSEYLA ALIYA_PWK_UNEJ Mohon Tunggu... MAHASISWA S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

:3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dua Sisi Pasar Sabtuan Jember

14 September 2022   23:48 Diperbarui: 15 September 2022   00:01 1626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JEMBER -- Jember merupakan sebuah Kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kota dari Jember adalah Kota Jember yang letaknya tepat di tengah -- tengah wilayah tapal kuda. Kabupaten Jember sendiri memiliki 31 kecamatan yang tersebar di luasnya wilayah daratan , sedangkan di pusat kota jember sendiri terdapat 3 kecamatan besar utama, yaitu Kecamatan Patrang, Kecamatan Sumbersari, dan Kecamatan Kaliwates.

Perkembangan perekonomian di Kabupaten Jember awalnya hanya terdapat beberapa buah pasar. Pusat pasar terbesar yang dimiliki Jember yaitu Pasar Tanjung yang berada di Jalan Trunojoyo dan ada juga Pasar Loak Johar yang berada di Jalan Diponegoro. Pasar Tanjung ini mempunyai 2 lantai, lantai satu digunakan untuk bahan kebutuhan sekunder dan di lantai dua digunakan untuk kebutuhan primer. Seiring berjalannya waktu Pasar Loak Johar direlokasi ke daerah Kelurahan Gebang yang berdekatan dengan Pasar Gebang, dan bekas tempat Pasar Loak Johar tadi diubah menjadi pasar modern yang sekarang lebih dikenal sebagai Mall Johar Plaza. Tujuan dari dibangunnya Mall Johar Plaza ini ialah untuk meningkatkan perekonomian Kota Jember yakni dengan cara menarik calon pembeli dari luar kota sekitar Kabupaten Jember.

Pasar sendiri merupakan tempat bertemunya pedagang dan pembeli untuk melakukan kegiatan transaksi. Pasar itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada di sekitarnya. Pasar memliki 2 jenis, yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Jenis pasar disesuaikan dengan lokasi yang ditempati. Untuk pembangunan pasar tradisional maupun modern memiliki syarat minimal tertentu, yang pertama ada pedagang, lalu ada pembeli, dan yang terakhir ada tempat untuk berdagang dan tentunya lahan parkir. Lahan parkir sendiri dibagi tidak hanya untuk parkir kendaraan konsumen, tetapi juga dibutuhkan untuk menurun dan naikkan barang dagangan yang akan dijual di pasar. 

Pusat ekonomi terbesar yang ada di Kabupaten Jember berada di Kecamatan Kaliwates. Salah satu kegiatan ekonomi tradisional yang masih terjalan di Kabupaten Jember tepatnya di kecamatan Kaliwates berada di Pasar Tegal Besar yang lebih dikenal dengan nama Pasar Sabtuan. Pasar Sabtuan ini terletak di Jalan Basuki Rahmad, Tegal Besar. Awalnya Pasar Sabtuan ini merupakan pusat penjualan hewan yang transaksinya hanya terjadi di hari Sabtu, oleh karena itu Pasar Tegal Besar lebih dikenal oleh masyarakat dengan nama Pasar Sabtuan. Dalam perkembangannya pasar hewan sabtuan dipindah ke luar daerah, dan bekas dari pasar hewan sabtuan tersebut tetap digunakan oleh pemerintah menjadi pasar tradisional yang menjual barang kebutuhan sekunder dan primer.

Dalam perkembangannya wilayah Kecamatan Kaliwates khususnya Kelurahan Tegal Besar terjadi perkembangan penduduk yang sangat pesat karena terdapat beberapa perumahan yang tumbuh dengan rata-rata penghuninya sekitar 600 sampai 700 kepala keluarga. Sehingga secara tidak langsung membutuhkan keberadaan pasar terdekat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Permasalahan yang timbul dari situ adalah keberadaan pasar yang tidak memiliki lahan parkir yang cukup untuk menampung para pengunjung pasar Sabtuan, sehingga masyarakat sekitar memakai bahu jalan sebagai tempat parkir.

Seperti yang sudah kita rasakan selama ini, kegiatan perdagangan jual beli di Pasar Sabtuan dari waktu ke waktu semakin ramai. Trotoar yang harusnya dipakai oleh pejalan kaki berubah fungsi  untuk pedagang kaki lima berjualan, dan bahu jalan yang seharusnya untuk lahan parkir roda 2 dan 4 untuk konsumen yang akan belanja ke pasar digunakan oleh pedagang liar untuk membuka warung makanan hingga berjualan buah menggunakan kendaraan roda 3 dan roda 4 sehingga konsumen pasar tidak menemukan lahan untuk parkir kendaraan mereka.

Para pedagang ini semakin seenaknya sendiri berjualan di pinggir jalan dari yang awalnya hanya sementara hingga menjadi berjualan permanen dan barang dagangan ditinggal di bahu jalan sehingga mengakibatkan kemacetan, apalagi lokasi dari Pasar Sabtuan yang berada di dekat lampu lalu lintas juga menambah kepadatan jalan di jam-jam sibuk tertentu, seperti waktu pagi hari disaat orang kantoran berangkat kerja dan mengantar anak anaknya ke sekolah, lalu pada siang hari dimana orang -- orang beristirahat kerja, dan yang terakhir disaat sore hari dimana orang kantor dan anak sekolah pulang ke rumah. Dengan keadaan seperti hal diatas, konsumen yang akan belanja ke pasar menjadi kesulitan karena tidak menemukan lahan parkir yang megakibatkan pasar tradisional tersebut berjalan dengan tidak seperti yang diharapkan. Banyaknya pedagang yang berada di dalam pasar tidak sebanding dengan pengunjung yang datang, sehingga perekonomian pedagang didalam pasar berjalan lambat. Sedangkan pedagang yang berada di luar pasar mendapatkan penghasilan yang lebih besar karena pembeli yang tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bertransaksi dan tidak memikirkan untuk memarkirkan kendaraannya.

Pedagang dan pembeli yang bertransaksi tidak berpikir tentang hak pedagang yang berada di dalam pasar karena lahan yang seharusnya untuk tempat parkir konsumen yang akan berbelanja di dalam pasar dijadikan lahan untuk mereka berjualan dan bertransaksi. Pedagang liar tersebut juga tidak memikirkan kemacetan lalu lintas yang terjadi apabila mereka melakukan transkasi jual beli secara tidak tertib di pinggir jalan.

Sebenarnya para pedagang kaki 5 ini sudah disediakan tempat di dalam pasar oleh pemerintah. Pada era pemerintah Bupati Bu Faida, Pasar Sabtuan ini sudah direnovasi atau diperindah sedemikian rupa bagian depan dan dalamnya agak telihat bersih dan menarik. Akan tetapi, oleh pemerintahan ini para pedagang kaki 5 yang berjualan di trotoar dan pinggir sepanjang jalan tidak ditertibkan. Mereka dibiarkan berjualan di sepanjang pinggir jalan, sehingga kemacetan lalu lintas tidak teratasi dengan baik meskipun Pasar telah direnovasi untuk tampilan terbarunya.

Perlu diingat kembali, pada era pemerintahan Bupati Jember sebelum Bu Faida yaitu era pemerintahan bupati Djalal, pedangang kaki lima yang berjualan di luar atau di pinggir jalan sudah pernah ditertibkan. Mereka direlokasi ke beberapa tempat pasar daerah lain. Pada beberapa waktu setalah para pedagang kaki lima direlokasikan, kemacetan lalu lintas yang terjadi di sepanjang jalan mulai berkurang dan wajah Pasar Sabtuan yang sudah diperbarui terlihat bersih dan luas.  

Keadaan tersebut dalam artian indah, tertib dan sesuai fungsi dari pasar untuk berdagang tidak berjalan lama. Karena para pedagang liar satu persatu mulai berdatangan kembali yang awalnya hanya sementara menajadi permanen. Dan isu terdengar dari para pedagang mereka berani berjualan di pinggir jalan karena mereka sewa kepada seseorang yang mana seseorang tersebut bukanlah petugas resmi dari pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun