Mohon tunggu...
Nasruroh Qotrul Nada
Nasruroh Qotrul Nada Mohon Tunggu... Lainnya - Nadaa

man jadda wa jadda (barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesantrenku yang Penuh dengan Barokah

16 Oktober 2020   19:46 Diperbarui: 16 Oktober 2020   19:49 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamualaikum gaess...

Kenalin nama aku Nasruroh Qotrul Nada biasa dipanggil Nada, lahir di Surabaya, 23 desember 2002. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara, aku terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Aba ku dan umik ku adalah seorang pedagang. Sejak kecil kedua orang tua ku menasehatiku agar rajin beribadah, bersikap jujur dan selalu berbuat baik terhadap sesama.

Sejak berumur 6 tahun aku memulai sekolah di MI DARUSSALAM,   kemudian pada tahun 2014 aku melanjutkan pendidikan di pondok namanya MANBA'UL HIKAM kota Madura disana juga ada berbagai jenjang pendidikan formal dan non formal, mulai dari tsanawiyah hingga aliyah serta diniyah. dan entah kenapa kedua orang tua ku mewajibkan saya untuk mondok padahal sedikitpun keinginan untuk mondok tidak ada, mungkin kedua orang tua ku punya alasan tersendiri mengapa aku dimasukkan ke pondok.

AWAL YANG SULIT....

Awal awal kehidupanku di pesantren terasa amat berat untuk kujalani, maklum karena ini adalah untuk pertama kalinya aku jauh dari rumah,orang tua,dan teman-teman terdekatku, ditempat ini segalanya serba baru bagiku, mulai dari orang-orang yang ada di sekelilingku,lingkungan, dan tentunya pola kehidupan yang harus ku jalani dengan segala peraturan dan padatnya jadwal kegiatan seakan tiada jeda untuk beristirahat.

Aku menjadi santri di pondok pesantren MANBA'UL HIKAM Madura hanya 3 tahun. Bagi orang-orang pesantren 3 tahun itu hanya sebatas "ngampong kemmeh" dalam bahasa maduranya yang artinya "numpang kencing". Bayangkan 3 tahun mondok diibaratkan dengan hanya numpang kencing jika diibaratkan makanan hanya mencicipi. Walau hanya batas mencicipi aku mendapatkan banyak pelajaran yang sangat berharga semasa hidup dipencara suci.

Hari pertama ke dua hingga sebulan hidup dipesantren, aku merasakan layaknya dipenjara karena kebebasan yang tak pernah aku rasakan di luar tidak aku dapatkan dikehidupan pesantren. Aku merenung dikamar sendiri dan menangis, seperti ini yaaa kehidupan dipesantren. "yaAllah, aku tak kerasan, aku ingin pulang".

Seiringnya dengan berjalannya waktu, hampir setahun hidup dipenjara suci aku mulai kerasan dan menikmati hidup dipesantren karena aku selalu terngiang-ngiang pesan kedua orang tua "kamu harus mondok, entah berapa tahun kamu dipondok intinya kamu harus mondok karena aku ingin anakku menjadi lebih baik serta mempunyai bekal ketika hidup diluar pesantren". Pesan inilah yang membuat saya menikmati kehidupan di pesantren.

Pengalaman serta kesan apapun yang aku alami dipesantren memberikan pelajaran suka maupun duka. Hidup dipesantren menjadi pribadi yang mandiri, jauh dari keluarga, saudara, sahabat yang selalu menemani. Berbicara kebersamaan, dipesantren kebersamaan antara santri yang satu dengan santri yang lainnya sudah menjadi keluarga yang selalu bersama.

Aku ingat, ketika ada orang tua santri yang dating untuk mengunjungi anaknya, pasti wali santri membawa nasi untuk anaknya serta santri lainnya yang tinggal sekamar. Dari bungkusan nasi itulah kebersamaan santri terlihat, sebelum makan bungkusan nasi itu digabung menjadi satu sehingga bisa makan bersama-sama, ramai sekaliiidan saling berebut nasi sudah hal yang biasa yang menjadikan sebuah kebersamaan semakin erat.

Selain itu, santri juga dikenal dengan kata "antri", yaps betul sekaliii apa-apa yang dilakukan santri itu harus mengantri dulu sepetri mandi,masak dll, hingga tidurpun saling berebut. Ketika musim hujan sebagian para santri saling erat berpelukan untuk mencari kehangatan "gak ada niat apa-apa" intinya semua demi kehangatan serta kebersamaan.

Aku bangga menjadi santri karena dengan menjadi santri aku tahu ilmu agama,bisa merasakan nikmatnya kebersamaan yang tidak bisa aku dapatkan diluar penjara suci dan saat menjadi santri aku sering menulis surat cinta dikertas putih yang akan diberikan ke santri putra. Saya juga bangga menjadi santri karena saat menjadi santri aku diajarkan untuk menjadi orang yang sederhana yang tak gampang puas diri, dan aku dididik untuk menjadi insan yang islami agar tidak salah melangkah.

Terimakasih aba dan umik telah mendidikku hingga membesarkanku seperti sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun