Mohon tunggu...
Qonita Hutami
Qonita Hutami Mohon Tunggu... -

active and creative

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bioskop Sepi Pengunjung, Glodok Ramai Pembeli

20 Februari 2011   13:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:26 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sepertinya headline setiap media baik cetak maupun elektronik akhir akhir ini menunjukkan kesamaan suara dengan judul yang bila disimpulkan berbunyi seperti ini: kekecewaan penikmat film asing terhadap pemerintah.

Kita semua tentu sudah mengetahui kebijakan berani yang dilakukan oleh pemerintah telah membuat banyak masyarakat kecewa dan merasa dirugikan. Mungkin itu merupakan hak pemerintah untuk menaikan tarif bea masuk untuk film impor. Namun setelah kebijakan itu diterapkan apakah semuanya berdampak positif?

Bila dilihat memang setiap kebijakan pasti ada positif dan negatifnya. Saya memang bukan warga negara Indonesia yang berjiwa nasionalisme sangat tinggi dan mengerti politik Indonesia secara seutuhnya, tetapi saya membawa suara sebagian rakyat yang tidak bisa menyuarakan hak nya untuk bicara.

Memang tidak ada salahnya untuk menggunakan hak Indonesia dalam memberlakukan tarif bea masuk dari setiap film impor yang membanjiri tayangan bioskop Indonesia. Tetapi bila tarif itu sampai memberatkan pihak MPA dan akhirnya mereka memutuskan untuk tidak mengedarkan kembali film asing di Indonesia tentu saja dapat menjadi suatu polemik. Menurut saya, pihak MPA tidak akan terlalu merasa rugi untuk tidak menayangkan film asing milik mereka di Indonesia tetapi justru penikmat film asing di Indonesia lah yang mendapatkan keterbatasan akses untuk dapat menonton film kesukaan mereka. Dan dampak paling besar tentu saja akan dirasakan oleh para pengusaha bioskop di Indonesia.

Indonesia tentu saja juga mempunyai film karya anak bangsa yang baik tetapi dari kejadian yang saya perhatikan selama ini dari sekitar 80-an film produksi dalam negeri dalam kurun waktu setahun hanya terdapat sekitar tidak lebih dari belasan film yang masuk dalam kategori terpuji. Lalu sisanya apa? Ya benar sekali! Sisanya tidak lebih dari film-film yang katanya ber-genre horor tetapi nyeleneh kemana mana. Dari judulnya saja sudah dapat kita prediksi apa itu isi dari film setan yang ceritanya sedang mandi ataupun nama nama setan Indonesia yang menyelimuti papan-papan bioskop di Indonesia. Itu kah yang diinginkan pemerintah? Mencekoki mental anak negeri dengan film-film yang berkualitas seperti itu (maaf, no effense).

Namun hal ini tentu saja sangat mempengaruhi pola pikir para anak bangsa dalam memandang keadaan bangsa yang seperti ini. Apakah pemerintah pernah turun langsung melihat film apa saja yang sedang tayang di bioskop Indonesia? Dimana keberadaan LSI dalam menyensor film-film yang akan beredar di Indonesia? Atau justru pertanyaan yang lebih 'menyentil', apakah pemerintah peduli dan mendengar(kan) suara rakyat? Silakan jawab dengan sudut pandang anda sendiri.

Kalau perfilman Indonesia ingin maju bagi saya tidak salah untuk melihat dan menonton film asing sebagai referensi dan perbandingan agar dapat lebih memajukan perfilman dalam negeri. Namun sekarang ketika film asing sudah dilarang beredar apa yang akan dijadikan bahan pembanding? Sesama film Indonesia yang sama sama 'katanya' ber-genre horor? Atau dampak lainnya adalah apakah glodok akan semakin ramai oleh pembeli DVD (bajakan)? Apa pemerintah akan menaikkan tarif pajak pada DVD juga? Bahkan DVD (bajakan) juga? (oke, no effense)

So, let's see how we face it with our best way! :D

-qonita sukma hutami-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun