Mohon tunggu...
qonitasalsabila
qonitasalsabila Mohon Tunggu... Mahasiswi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Institut Muslim Cendekia

To grow ❤️🎓

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Dapur Umi hingga Lapak Abi: Bisnis, Berkah, dan Cinta yang Aku Pelajari di Rumah

23 September 2025   11:00 Diperbarui: 23 September 2025   10:58 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang tuaku adalah sosok yang tak pernah lelah bergerak. Meskipun pekerjaan utama mereka adalah guru, keduanya sangat gemar berwirausaha. Sejak aku kecil, rumah kami tak pernah jauh dari aroma makanan yang dijual---mulai dari kue kering, jajanan pasar, hingga minuman segar. Kini, umi sedang aktif berjualan pizza rumahan dan pudot (puding sedot), sementara ayah tengah menekuni usaha berjualan es teh segar.

Sesuatu yang membuatku kagum adalah mereka tidak semata-mata berbisnis untuk mencari tambahan penghasilan, melainkan karena berjualan (berdagang) adalah sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam. Itulah motivasi utama yang selalu mereka tanamkan, bahwa bisnis bukan sekadar lapangan kerja, tapi juga bisa menjadi jalan menuju keberkahan dan surga.

Orang tuaku tidak pernah memaksaku dan adik laki-lakiku untuk ikut berjualan. Tetapi sejak kecil, kami sering diajak membantu. Entah itu membungkus makanan, mengantarkan pesanan, atau sekadar ikut berjaga di lapak kecil depan rumah. Dari sana, secara tidak langsung, kami banyak belajar tentang kemandirian, kejujuran, ketekunan, dan optimisme dalam menghadapi hidup.

Aku masih ingat suatu hari, botol es teh buatan Abi pecah---bukan satu atau dua, tapi sampai tujuh botol sekaligus. Tapi Abi tidak mengeluh, justru beliau berkata sambil tersenyum,"Mungkin kita kurang sedekah hari ini. Allah ingatkan lewat ini."

Begitu pula Umi. Kadang pizzanya terlalu kering, atau adonannya gagal mengembang. Tapi beliau tak pernah berhenti mencoba. Setiap kegagalan hanya dianggap sebagai satu langkah lebih dekat ke keberhasilan.

Satu hal menarik yang juga aku pelajari dari mereka bahwa tidak apa-apa mengganti arah setiap 3 atau 6 bulan sekali dalam berbisnis. Bukan karena tidak konsisten, tapi karena selalu terbuka terhadap peluang baru. Umi pernah berkata,"Bisnis itu bukan soal bertahan di satu tempat, tapi soal mencari jalan terbaik yang Allah bukakan."

Kini, Umi sangat menekankan pada kami berdua bahwa bisnis harus menjadi bagian dari perencanaan hidup---bukan hanya untuk mencari uang, tapi untuk membentuk mental yang tangguh dan jiwa yang mandiri.

Dari Umi dan Abi, aku belajar bahwa wirausaha bukan hanya profesi, tapi juga ladang ibadah. Dan selama itu dilakukan dengan niat yang benar, cara yang jujur, dan hati yang ikhlas, maka kita akan disambangi keberkahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun