Mohon tunggu...
Qonita Nala Shofia
Qonita Nala Shofia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswi Jurusan Sosiologi Universitas Airlangga Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Maraknya Kejahatan Siber di Era Digitalisasi dan Pandemi Covid-19

8 Juni 2022   15:00 Diperbarui: 8 Juni 2022   15:04 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada era digitalisasi seperti sekarang, aktivitas manusia telah dipermudah dengan adanya teknologi dengan fitur yang semakin canggih setiap harinya. Hal ini membuat sedikit demi sedikit aspek kegiatan manusia beralih pada sistem digital. Tentu saja hal ini memberikan banyak dampak positif. Contoh kecilnya adalah munculnya inovasi ojek online, e-commerce, dan dompet digital yang memberikan efektivitas dan efisiensi besar bagi setiap orang.

Namun, kemajuan dan kecanggihan yang ditawarkan oleh teknologi tersebut juga membawa berbagai dampak negatif yang sangat merugikan. Seiring  dengan aktivitas sehari-hari yang dipermudah dengan teknologi, tindak kejahatan pun kini telah berkembang dan dapat terjadi pada aktivitas digital. Kejahatan yang dilakukan dalam jaringan komputer atau digital ini disebut sebagai kejahatan siber.

Penggunaan sistem digital semakin meningkat saat virus Covid-19 mulai mewabah hingga ditetapkan sebagai pandemi. Demi memutus rantai penyebaran virus, pemerintah menetapkan beberapa aturan baru yang melibatkan jaringan internet dalam pelaksanaannya seperti Work From Home (WFH), School From Home, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan-kebijakan tersebut berakibat pada pergeseran sebagian besar aspek kehidupan individu ke dalam digitalisasi.

Kejahatan siber sendiri memiliki berbagai macam bentuk yang berbeda dalam masing -- masing aspek kehidupan yang dilakukan dalam jaringan komputer atau internet. Diantaranya adalah:

  • Phising

Phising pertama kali diperkenalkan pada tahun 1995, menurut James dalam (Rachmawati, 2014), cara kerja pishing yang pertama kali digunakan adalah membuat kartu kredit dengan acak melalui sistem algoritma yang kemudian digunakan untuk spam pengguna lain melalui akun tersebut.

Dikutip dari media CNBC Indonesia, Pusopskamsinas melaporkan kasus phising yang terdeteksi selama 2020 mecapai lebih dari 2.500 kasus email phising. Kasus peretasan yang terjadi di Indonesia selama tahun 2020 cukup banyak karena selama pandemi Covid -- 19 pun pengguna internet melonjak naik.

  • Spamming

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) Spam memiliki arti surat yang dikirim tanpa diminta melalui internet, biasanya berisi iklan.

Berdasarkan Global Spam Report 2021 dari Truecaller yang dikutip dari media Beritasatu, total volume panggilan spam di Indonesia pada bulan Januari 2021 dilaporkan mencapai hampir 12,6 juta. Angka tersebut kemudian melonjak naik menjadi 25,8 juta panggilan spam pada bulan Oktober 2021. Hal ini menjadikan negara Indonesia berada di posisi ke - enam dalam daftar dua puluh negara paling terpengaruh panggilan telepon spam untuk jangka waktu dua tahun berturut - turut. Global Spam Report 2021 juga melaporkan pelaku penipuan dan kejahatan spamming di Indonesia mampu mengincar target dengan cara yang sangat ilmiah dan tepat sasaran, bahkan dapat menggali detail informasi latar belakang dan catatan keuangan korbannya. Peristiwa tersebut semakin diperparah dengan adanya laporan akan tipisnya kesadaran masyarakat Indonesia akan tindak kejahatan siber tersebut.

  • Cyber Bullying

Pada dasarnya, cyber bullying merupakan bentuk intimidasi pelaku kepada korban sebagai kesenangan pribadi dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan kecanggihannya. (Rahayu, 2013) menyatakan cyber bullying sebagai suatu tindakan atau perlakuan yang dilakukan denga tujuan mempermalukan, melukai, menakut - nakuti bagi pihak yang lemah yang dilakukan dalam jaringan komputer atau internet sebagai dampak negatif dari teknologi informasi dan komunikasi.

Dikutip dari media Dream.co.id, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim turut memantau dan merasa prihatin mendapati banyaknya kasus cyber bullying atau perundungan siber yang di alami pelajar selama masa Pandemi Covid -- 19, di mana kegiatan pembelajaran dilaksanakan dalam jaringan komputer atau internet.

Menurut Nadiem, dalam (Ramadhanty, 2021) berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terjadi kenaikan angka yang signifikan dalam peristiwa perundungan siber atau cyber bullying selama melakukan kegaiatan pembelajaran daring kepada pelajar sejak tahun 2011 sampai 2019. Angkanya mencapai 2.473 orang.

  • Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)

KBGO atau Kekerasan Berbasis Gender Online merupakan kekerasan yang ditujukan kepada seseorang berdasarkan gender yang difasilitasi atau dilakukan dengan menggunakan teknologi. Kekerasan gender berbasis online biasanya tidak dilakukan secara fisik, melainkan melalui berbagai cara lain seperti kekerasan verbal.

Berdasarkan data Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan yang dikutip dari (Hayati, 2021), korban kekerasan gender berbasis online atau KBGO pada tahun 2018 sebanyak 97 kasus. Pada tahun 2019, korban kekerasan gender berbasis online atau KBGO meningkat hingga mencapai jumlah 241 kasus. Setelah adanya pandemi covid -19, dan aktivitas masyarakat bergeser pada digitalisasi, nyatanya kasus korban kekerasan gender berbasis online atau KBGO melonjak naik secara drastis. Data dari Dokumen Rilis Pers SAFEnet 2021 menyatakan lonjakan kasus kekerasan gender berbasis online atau KBGO meningkat sebanyak tiga kali lipat, atau sebanyak tiga ratus persen. (Hayati, 2021).

Hal ini membuktikan bahwa meningkatnya pengguna internet dan bergesernya aktivitas manusia pada dunia digital mempu memengaruhi tindak kejahatan kekerasan gender berbasis online atau KBGO, bahkan membuka peluang lebih besar terhadap kasus -- kasus baru di waktu berikutya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kejahatan siber ini semakin marak di era digitalisasi sekaligus di tengah kondisi dunia yang sedang dilanda pandemi Covid-19. Diantaranya adalah:

Teknologi Komunikasi dan Informasi yang semakin maju dan bertambah canggih setiap harinya. Kemajuan dan kecanggihan tersebut tentunya membawa banyak dampak positif bagi kehidupan manusia mengingat dewasa ini, dunia digital juga menjadi aspek penting kehidupan manusia. Seiring bertambahnya waktu, pusat aktivitas manusia bergeser pada dunia digital. Oleh karena itu, tak hanya aspek positif saja, aspek-aspek negatif dalam kehidupan manusia juga ikut mendigital. Digitalisasi membuat kejahatan manusia yang semula bersifat konvensional kini dapat dilakukan secara online dengan mudah dan jangkauan korban yang lebih luas.

  • Anonimitas Pelaku

Anonimitas pelaku kejahatan menjadi salah satu alasan mengapa kejahatan siber masih marak dan terus bertambah jumlah kasusnya. Dalam dunia digital, pelaku dapat menggunakan akun anonim dan menyembunyikan identitasnya sehingga korban tidak mengetahui identitas asli pelaku kejahatan siber. 

Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk senantiasa berhati-hati dalam melakukan aktivitas yang berbasis digital agar terhindar dari dampak negatif kemajuan teknologi seperti kejahatan siber.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun