Mohon tunggu...
Qanita PutriMaharani
Qanita PutriMaharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa S1 Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Toleransi Sebagai Upaya Melawan Dampak Negatif Primordialisme dalam Kehidupan Masyarakat Multikultural

29 Juni 2022   10:22 Diperbarui: 29 Juni 2022   10:38 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, etnis, bahasa  daerah, agama dan budaya. Negara Indonesia berdiri dengan latar belakang kebhinekaan yang disatukan melalui sejarah perjuangan dan cita-cita bersama para tokoh pendiri bangsa. Betapa indahnya apabila keberagaman suku, agama, ras dan antar golongan yang sering disebut 'SARA' mampu dijadikan sebagai aset bersama bagi pembangunan Indonesia. Komponen keberagaman bangsa dianggap sebagai aset sosial berharga yang diperlakukan secara adil, memiliki kesempatan untuk mempromosikan dan memainkan peran penting dalam pemangunan negara.

Namun kenyataannya konflik yang acap kali terjadi di Indonesia adalah karena diskriminasi rasial sehingga keberagaman yang ada tidak dijadikan seagai aset berharga bagi pembangunan Indonesia tetapi seolah menjadi beban yang berat. Perbedaan antara individu dan kelompok terkadang menimulkan konflik antara individu dan kelompok karena kuatnya ikatan primordialisme dan sikap anti toleran.

Sikap anti toleran dapat muncul jika seseorang memiliki perasaan bangga secara berlebihan seperti merasa lebi-h tinggi, lebih baik, dan lebih benar dibandingkan individu lain atau masyarakat umum. Sikap primordial yang menganggap budaya lebih baik dari lainnya menjadi cikal bakal terjadinya perselisihan.

Situasi ini menggambarkan bahwa bangsa kita sedang berada di tahap mengalami disorientasi pada nilai solidaritas tentang perlindungan sosial dan penghormatan terhadap potensi individu dan kelompok lain. Bahkan tanpa nilai ini masyarakat akan rentan menjadi kelompok yang miskin rasa kebangsaan. Jika suatu masyarakat atau komunitas tidak mampu mencegah atau mengelola konflik dan kekerasan serta tidak mampu melindungi warganya yang rentan,  ini mencerminkan  ketahanan sosial masyarakat yang masih tersisa. Solusi yang direkomendasikan adalah pendekatan toleransi.

Toleransi merupakan bentuk sikap saling menghargai dan menerima perbedaan. United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) mendefinisikan toleransi sebagai sikap "saling menghormati, saling menerima, dan saling menghormati antara keragaman budaya kebebasan berekspresi dan karakter manusia". Maka dari itu toleransi perlu ditunjang dengan wawasan pengetahuan yang luas, keterbukaan, dialog, kebeasan berpikir dan beragama. Singkatnya toleransi setara dengan sikap positif dan menghormati orang lain untuk menggunakan hak asasi manusia sebagai pribadi.

Toleransi sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu: Pertama toleransi pasif yang merupakan sikap memahami kemajemukan sebagai sesuatu yang nyata. Kedua secara aktif, Ketika individu memiliki toleransi dan bergaul dengan orang lain di tengah perbedaan dan keragaman. Toleransi aktif adalah ajaran kemanusiaan. Inti dari toleransi adalah hidup Bersama dengan damai dan saling menghormati perbedaan.

Misrawi (2008) mengutip komentar Rainer Forst dalam 'Tolerance and Democracy' (2007) yang menyatakan bahwa terdapat dua pandangan tentang toleransi yaitu konsep berdasarkan otoritas negara (permission conception) dan konsep berdasarkan upaya dan keinginan untuk membangun pemahaman dan menghormati orang lain (respect conception). Dalam hal ini Forst leih memilih  konsep kedua bahwa toleransi dalam konteks demokrasi harus mampu membangun rasa saling  pengertian dan saling menghormati antar keberagaman. Untuk  memangun toleransi seagai nilai politik setidaknya diperlukan dua kekuatan: Pertama toleransi membutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan ikatan yang  intensif. Kedua memangun kepercayaan di antara kelompok dan denominasi yang ereda. Prinsip dasar  semua agama adalah toleransi karena pada dasarnya semua agama cinta damai dan  anti kekerasan (Christophe, 2005).

Dalam masyarakat yang multikultural atau masyarakat majemuk secara horizontal ditandai dengan adanya kesatuan sosial berdasarkan peredaan suku agama adat istiadat dan peredaan daerah. Solusi yang dapat diterapkan adalah melalui pendekatan toleransi seagai nilai politik dalam kehidupan bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun