Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... English Tutor | Freelance Content Writer

Random Thought About Lifestyle, Movies, K-drama, Beauty, Health, Education and Social Phenomena | Best Student Nominee Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kidult, Orang Dewasa dengan Jiwa Anak-Anak?

29 Desember 2022   18:00 Diperbarui: 5 Januari 2023   13:15 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang dewasa yang bermain boneka barbie (Sumber: Merah Putih)

Berbelanja mainan untuk anak-anak adalah hal yang biasa. Hal itu juga yang saya lakukan tiap kali keponakan saya berulang-tahun. Selain membelikan mainan, saya juga biasa membawa buku-buku saat berkunjung ke rumah mereka, dan itu semua dari toko mainan yang sama.

Saat berbelanja di toko mainan, kita bisa melihat bahwa banyak sekali jenis mainan yang ditawarkan. Mulai dari mainan yang jadul, hingga mainan yang lumayan canggih. 

Kita juga bisa bertemu banyak kalangan di toko mainan. Ada anak-anak usia SD yang berbelanja mainan sendiri, para keluarga bersama anak-anak mereka, dan ada pula orang dewasa yang membeli mainan untuk anak, keponakan, bahkan diri mereka sendiri.

Ya, orang dewasa juga ada yang membeli mainan untuk diri mereka sendiri, loh. Banyak dari mereka membeli mainan yang sudah mereka idamkan sejak kecil. Atau memang sangat menyukai satu mainan hingga mengoleksinya.

Biasanya, fenomena ini selalu identik dengan istilah Kidult.

Kidult, Orang Dewasa yang Suka Barang Anak-Anak?

ilustrasi orang dewasa bermain mainan (sumber: MainMain.id)
ilustrasi orang dewasa bermain mainan (sumber: MainMain.id)

Kidult adalah gabungan dari dua kata, kid yang berarti anak dan adult yang berarti dewasa. 

Menurut Urban Dictionary, A kidult is an adult that prefers items that society deems are for a younger person. An adult who plays with toys or games. Also could be an adult who wears clothing that a teenager or younger person would wear. 

(Kidult adalah orang dewasa yang lebih menyukai barang-barang yang masyarakat peruntukkan untuk orang yang lebih muda, orang dewasa yang memainkan mainan anak-anak, atau orang dewasa yang menggunakan pakaian remaja atau anak-anak)

Oxford Languages juga mendefinisikan kidult sebagai orang dewasa yang mempunyai selera kekanak-kanakan (an adult with childish tastes). 

Secara sederhana, kidult terlihat seperti orang dewasa yang masih hidup dimasa remaja atau anak-anak. Mereka menikmati berbagai printilan anak-anak dan juga remaja. Namun, apa hanya itu saja?

Tentu saja tidak

Menurut Fimela.com, fenomena kidult lebih rumit lagi dari sekedar orang dewasa dengan selera anak-anak. Istilah ini dipopulerkan oleh psikolog  Jim Ward Nicholas, dan merupakan sebutan untuk mereka yang berusia dewasa (20 tahun ke atas) dan masih menikmati budaya anak-anak atau remaja, baik dari penampilan fisik, gaya hidup, maupun pemikiran yang sebenarnya tidak sesuai dengan usia mereka sesungguhnya. 

Ciri kidult yang terlihat biasanya masih tinggal serta ditanggung oleh orangtua, tidak memiliki pekerjaan tetap, tidak memiliki hubungan serius, tidak mandiri secara finansial, dan kurang bertanggung jawab atau memiliki komitmen penuh atas apa yang mereka kerjakan. 

Jangan salah, fenomena Kidult ini banyak terjadi di negara-negara maju dan kota-kota besar. 

Pertama, kondisi perekonomian orangtua yang mapan membuat mereka merasa nyaman dan aman untuk bergantung. 

Kedua, lapangan kerja yang kompetitif bagi laki-laki dan perempuan muda serta harga-harga barang yang mahal membuat banyak dari mereka menunda untuk membeli aset seperti orang dewasa lain. 

Hal ini juga didukung dengan gaya hidup mewah yang banyak dikampanyekan lewat sosial media.

Menurut Bernard Salt, fenomena Kidult juga dilakukan oleh orang-orang berusia 25 tahun ke atas di Australia. 

Mereka memilih menunda menikah, menunda memiliki anak, menunda membeli rumah, lebih memilih berkeliling dunia daripada hidup mapan, dan membelanjakan uang tanpa rencana.

Agak berbeda dengan fenomena di Australia, Elisa Louisiane dalam penelitian yang dipublikasikan oleh Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa bahwa fenomena kidult di Korea Selatan.

Itu didasari oleh perilaku konsumtif menggambarkan keadaan masyarakat Korea yang sedang mencari makna hidup dan identitas diri di tengah kesulitan dan beban hidup yang dialaminya. 

Kidult mencari penghiburan atau pelarian dari tekanan, tuntutan, dan stres dengan mengkonsumsi permainan yang memunculkan perasaan nostalgia ke masa kanak-kanak. 

Hal ini terasa masuk akal mengingat kehidupan sosial di Korea Selatan sangat kompetitif dengan tingkat stress yang tinggi.

Bagaimana dampaknya?

Orang dewasa yang bermain boneka barbie (Sumber: Merah Putih)
Orang dewasa yang bermain boneka barbie (Sumber: Merah Putih)

Nah, fenomena Kidult ini bisa menimbulkan sisi kekanakan dalam diri orang dewasa. Well, tidak semua sisi kekanakan itu sangat buruk, tapi kemungkinan besar akan mengganggu kehidupan dewasa. 

Ada dua sifat yang kemungkinan besar muncul, tidak bertanggungjawab dan ketergantungan.

Sifat tidak bertanggungjawab yang muncul dikarenakan rasa aman dari back-up dari orang tua. Hal ini tentunya berbahaya bila berlarut-larut, apalagi jika sudah membina rumah tangga sendiri. 

Figur ayah atau ibu yang nantinya harus mereka emban bisa berantakan karena rasa kurang bertanggungjawab dan lebih mementingkan diri mereka sendiri.

Ketergantungan ini tentunya bisa menjadi masalah di kemudian hari. Misalnya, ada seseorang yang bergantung pada benda dari masa kecilnya. 

Ia bisa merasa sakit dan tidak berdaya bila benda itu tidak ada. Atau bisa juga seseorang yang ketergantungan dalam membeli satu jenis mainan. 

Secara tidak langsung, ia menempatkan mainan itu menjadi prioritas daripada barang-barang primer yang seharusnya ia beli. Alhasil, boros dan boncos, deh. 

Gimana menurut kalian?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun