Dilansir dari laman Kemendikbud, penguasaan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) bukan merupakan kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh para peserta didik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).Â
Ditambahkan dari laman The Asian Parent, calistung bukannya dilarang untuk diajarkan, tetapi pendekatan yang digunakan untuk anak TK adalah pendekatan pra-literasi dan pra-membaca.Â
Siswa memang diajarkan calistung tetapi dengan cara yang berbeda yang meliputi beberapa komponen seperti pemahaman bahasa lisan (berbicara dan mendengarkan), pemahaman/pengenalan buku, pemahaman kata dan bunyi, pengenalan/pemahaman huruf atau alpabet, dan pemahaman/pengenalan tulisan.Â
Ingat lagi, pengenalan.
Anak TK tidak boleh hanya fokus pada kecerdasan linguistik dan logika matematika melalui calistung. Apalagi, ada 9 jenis kecerdasan menurut Howard Gardner, yaitu kecerdasan musikal, naturalis, linguistik, interpersonal, intrapersonal, visual spasial, logika matematika, kinestetik, dan moral.Â
Nah, sembilan jenis kecerdasan inilah yang seharusnya menjadi fokus pembelajaran. Orang tua bisa fokus mencari kecenderungan jenis kecerdasan yang anak miliki dengan aktivitas-aktivitas sederhana di TK atau PAUD.Â
Selanjutnya, kecerdasan ini bisa dikembangkan dengan lebih optimal.Â
Sayangnya, tetek bengek soal tidak memfokuskan anak pada calistung saat TK atau PAUD ini berimbas besar saat anak mulai masuk kelas 1 SD. Kata N, sebagian besar siswanya belum bisa calistung dengan lancar dan menghambat pembelajaran.
Pertama, mengajarkan anak calistung itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tidak cukup satu dua bulan saja. Anak bisa dengan lancar calistung paling tidak dalam kurun waktu 1 tahun.Â
Kedua, materi untuk siswa kelas 1 SD rasanya seperti 'berlari'. Disaat anak belum bisa calistung, ada pula materi lain di berbagai mata pelajaran yang harus diajarkan. Dan materi tersebut tidaklah sedikit.