Pagi ini cuaca cukup cerah. Seharusnya saya ikut car free day atau sekedar jalan/lari pagi, mumpung hari libur. Namun hal tersebut saya kesampingkan. Pagi ini, setelah membaca pengumuman Lomba Menulis Artikel (LMA) di website Pajak, saya ingin mencoba menuangkan opini saya ke dalam tulisan. Karena bidang saya di Teknologi Informasi (TI), dua di antaranya mengkhusus ke Artificial Intelligence (AI) dan cybersecurity, maka di benak saya terlintas pertanyaan: seperti apa penerimaan pajak oleh negara di era AI? Apa saja manfaat yang akan diperoleh dan apa tantangannya? Sambil menyeruput secangkir kopi hitam panas, saya mulai merangkai kata demi kata. Karena artikel ini lebih berupa opini pribadi, maka cara penyampaiannya tidak formal seperti halnya paper.
Â
Para pembaca sekalian, kita sama-sama mengetahui bahwa hampir semua negara di dunia (termasuk Indonesia) menerapkan pajak dan menjadikan pajak sebagai salah satu pendapatan negara. Kita juga mengetahui saat ini teknologi bernama AI, makin pesat berkembang dan diterapkan pada berbagai bidang dan layanan. Jika anda bingung AI itu digunakan di mana saja, mungkin anda tidak asing dengan layanan-layanan seperti Grab, Gojek, Google, Microsoft, Gemini, ChatGPT, Netflix, Spotify, dan Youtube. Nah, AI berjalan di balik semua layanan ini. Â
Bagaimana dengan layanan pajak di Indonesia saat ini? Sangat memungkinkan sekali untuk mengoptimalkan adopsi AI di dalam existing system mereka. Lalu, seperti apa penerapan AI pada sektor pajak? Apa saja keuntungan? Apa saja tantangannya?Â
Sambil kembali menyeruput kopi (mumpung masih panas), saya mencoba menguraikan apa saja bentuk penerapan AI pada sektor pajak:
1.Pemrosesan data.
AI diintegrasikan dengan teknologi basis data (misal: Big Data) pada existing system Direktorat Jenderal Pajak (DJP), misalkan DJP Online dan Coretax, maka AI dapat membantu pemrosesan data skala besar dan majemuk dengan hasil dan akurasi yang lebih baik, sinkronisasi transaksi, minimalisasi kesalahan pengguna (human error), validasi pajak, otomatisasi.Â
2.Mapping dan profiling wajib pajak.
AI membantu melakukan mapping dan profiling wajib pajak, menggunakan data-data historis mereka (misal: pembayaran, sektor usaha, Riwayat/catatan kepatuhan pajak), untuk kemudian dianalisis. Dari mapping dan profiling, DJP dapat menyusun kebijakan terkait pajak yang tepat sasaran. Misal: kebijakan insentif pajak bagi sektor bisnis/industri tertentu, sanksi/denda bagi pelanggaran pajak.
3.Risk Scoring wajib pajak.