Mohon tunggu...
Putri Yuniarti
Putri Yuniarti Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hubungan Internasional Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Finansial Global 2008

29 Maret 2024   12:15 Diperbarui: 29 Maret 2024   12:28 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Krisis finansial global tahun 2008 merupakan salah satu peristiwa ekonomi yang paling signifikan dalam sejarah modern yang mempengaruhi tidak hanya Amerika Serikat, tetapi juga berdampak luas secara global. Akarnya dapat ditelusuri ke beberapa faktor kompleks yang saling terkait. Salah satunya adalah krisis perumahan subprime, dimana terjadi lonjakan pemberian pinjaman hipotek kepada peminjam dengan riwayat kredit yang buruk atau tidak stabil. Lembaga keuangan memberikan pinjaman dengan skema yang berisiko tinggi, dengan harapan harga properti yang terus meningkat akan mengimbangi risiko tersebut. Namun, ketika harga properti turun secara tiba-tiba, banyak peminjam tidak mampu lagi membayar hipotek mereka, memicu gelombang gagal bayar dan penurunan nilai aset hipotek. 

Selain itu, faktor lain yang turut memperparah krisis adalah deregulasi keuangan yang terjadi sebelumnya. Deregulasi ini menghilangkan batasan-batasan pada sektor keuangan, memungkinkan praktik-praktik berisiko tinggi seperti derivatif hipotek dan sekuritisasi hipotek untuk berkembang tanpa pengawasan yang memadai. Hal ini menciptakan lingkungan dimana risiko dapat diperbesar tanpa batasan yang jelas, mengakibatkan penumpukan aset beracun di lembaga keuangan. 

Kerugian yang ditimbulkan oleh krisis subprime mempengaruhi institusi keuangan secara luas, termasuk bank investasi, lembaga pembiayaan hipotek, dan perusahaan asuransi. Ini disebabkan oleh eksposur mereka terhadap aset-aset berisiko tinggi yang terkait karena mereka menjanjikan imbal hasil yang tinggi, terutama dalam lingkungan suku bunga rendah yang mendukung pasar perumahan. Namun, ketika pasar perumahan mulai memburuk dan tingkat gagal bayar hipotek subprime meningkat, nilai aset-aset ini turun tajam, memicu kerugian besar bagi institusi-institusi tersebut. 

Bank investasi merupakan salah satu lembaga keuangan yang paling terkena dampak. Mereka terlibat dalam pembelian, penjualan, dan perdagangan sekuritas yang kompleks, termasuk derivatif yang didasarkan pada hipotek subprime. Ketika nilai sekuritas ini jatuh, bank investasi menderita kerugian besar dan kehilangan kepercayaan investor. Seiring dengan itu, lembaga pembiayaan hipotek juga mengalami kesulitan karena peningkatan tingkat gagal bayar dari peminjam hipotek. Mereka memiliki portofolio hipotek yang signifikan, dan ketika peminjam mulai gagal bayar, pendapatan mereka menurun dan aset-aset mereka menjadi kurang likuid.

Perusahaan asuransi juga terkena dampak karena mereka sering kali menjamin produk-produk keuangan yang terkait dengan hipotek subprime. Saat aset-aset yang mereka tanggung mengalami penurunan nilai, perusahaan asuransi harus membayar klaim yang lebih tinggi, yang dapat mengurangi likuiditas mereka dan mengancam stabilitas keuangannya. Beberapa bank besar bahkan berada di ambang kebangkrutan karena mereka memiliki terlalu banyak aset beracun atau "toxic assets" di balikannya. Aset-aset ini, yang meliputi sekuritas hipotek yang tidak likuid, tidak dapat dijual atau diperdagangkan dengan harga yang wajar di pasar, sehingga mengakibatkan penurunan nilai aset dan meningkatkan risiko kebangkrutan. Secara keseluruhan, kerugian yang dialami oleh institusi keuangan terkait dengan hipotek subprime memainkan peran kunci dalam eskalasi krisis finansial global tahun 2008. Mereka menciptakan tekanan likuiditas, menurunkan kepercayaan pasar, dan mengancam stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Kurangnya pengawasan yang memadai dari regulator juga memainkan peran dalam memperburuk krisis. Beberapa lembaga keuangan mengabaikan prinsip-prinsip kehati-hatian dan memperdagangkan produk-produk yang sangat kompleks tanpa pemahaman yang cukup tentang risiko yang terlibat. Kurangnya transparansi dalam praktik-praktik ini menyulitkan para regulator untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi masalah sebelum terlambat. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun