Mohon tunggu...
Putri Qanita
Putri Qanita Mohon Tunggu... Universitas Airlangga

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Transisi Energi Menyelamatkan Bumi di Masa Depan

24 Mei 2023   21:59 Diperbarui: 24 Mei 2023   22:15 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Transisi energi menjadi perhatian di seluruh dunia karena dapat mengurangi ketergantungan kepada energi yang merusak lingkungan dan beralih kepada energi yang lebih ramah lingkungan. Transisi energi bisa menjadi salah satu upaya untuk menyelamatkan bumi di masa depan.

Jumlah emisi karbon di seluruh dunia terus mengalami peningkatan selama enam puluh tahun terakhir. Emisi karbon memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan, kesehatan, dan ekonomi. 

Sampai saat ini, batu bara masih menjadi sumber utama penghasil emisi karbon dioksida. Batu bara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil karena berasal dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang mati dan tidak sempat mengalami pembusukan secara sempurna sehingga menghasilkan endapann. Indonesia berada di peringkat kelima sebagai negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS), China, Rusia, dan Brasil. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab dari perubahan iklim.

Penggunaan energi fosil untuk kendaraan dan pembangkit listrik bisa menyebabkan kenaikan suhu bumi. Polusi dari bahan bahan bakar fosil juga langsung megancam nyawa manusia karena terbukti mengurangi angka harapan hidup penduduk kota-kota besar di Indonesia. Dampak perubahan iklim makin terasa di Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari bencana alam yan kerap terjadi seperti banjir, banjir bandang, longsor, kekeringan, cuaca dan gelombang ekstrem, abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan.

Untuk mengatasi krisis perubahan iklim di Bumi, pemerintah mendorong program energi terbarukan salah satunya dengan suntik mati PLTU batu bara. Rencana 'suntik mati' atau pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara diharapkan bisa mempercepat target net zero emission (NZE). Meskipun dominasi penggunaan energi fosil masih menjadi salah satu kendala dalam percepatan program energi terbarukan, potensi tenaga surya, angin, air, bioenergi, panas bumi, dan laut yang melimpah bisa mencapai 3.686 gigawat. Setidaknya, hal tersebut bisa menjadi modal dasar yang kuat bagi Indonesia dalam transisi energi. Transisi energi menuju NZE masih menjadi tantangan yang besar. Namun, pemanfaatan biomassa melalui beragam bioenergi ini dapat memenuhi spek adil, inklusif plus sirkular karena potensianya di Indonesia besar dan bahkan bisa dibuat sangat besar.

Akan tetapi, hal tersebut tidak akan membantu karena negara-negara maju seperti Amerika Serikat memiliki lebih banyak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara. Ilmuan PBB sudah mulai memperingatkan bahwa dunia harus segera bertindak untuk meredakan "bom waktu iklim" yang sedang mengancam. Jika tidak, perubahan iklim akan melepaskan dampak yang sangat besar terhadap lingkungan dan menyebabkan bencana. Beberapa kota besar akan terendam air, gelombang panas, kekeringan, badai yang meerikan hingga kepunahan satu juta spesiaes tumbuhan dan hewan. Ada jendela peluang yang akan tertutup dengan cepat untuk mengamankan masa depan layak di tempati.

Menurut Jim Skea, Co-Chair IPCC Working Group III, pengurangan emisi harus sekarang dilakukan atau tidak sama sekali, jika ingin membatasi pemanasan global hingga 1,5 - 2 derajat celsius. Transisi yang cepat dan menjangkau luas di semua sektor dan sistem sangat diperlukan untuk mencapai pengurangan emisi yang mendalam dan berkelanjutan. Singkatnya dunia kita membutuhkan aksi iklim di semua lini, semuanya, dimana saja, sekaligus. Selain itu, keuangan negara juga sangat berkontribusi dalam perubahan. Keuangan yang tidak memadai dan tidak selaras bisa menghambat kemajuan pembangunan tahan iklim dan sumber energi rendah karbon.

Akselarasi transisi energi dapat dilakukan dengan menetapkan skema pendanaan berkelanjutan, utamanya aspek investasi sebagai pendorong penguatan kemampuan teknologi dan kapasitas dalam negeri. Oleh karena itu diperlukan instrument fiskal untuk mendoring penguatan komitmen pemerintah terkait perubahan iklim, untuk transformasi Indonesia menuju ekonomi hijaum transisi energi adalah program yang sangat strategis karena selain membutuhkan e=investasi besa, juga sinergi antar lembaga.

Penulis terdorong oleh aksi iklim yang dilakukan di banyak negara. Ada kebijakan, peraturan, dan instrumen pasar yang terbukti efektif. Jika ini ditingkatkan dan diterapkan secara lebih luas, maka hal tersebut dapat mendukung pengurangan emisi yang mendalam dan merangsang inovasi.

Pengurangan ini dapat dicapai melalui konsumsi energi yang lebih rendah seperti dengan menciptakan kota yang padat dan dapat dilalui dengan berjalan kaki, elektrifikasi transportasi yang dikombinasikan dengan sumber energi rendah emisi, dan peningkatan penyerapan dan penyimpanan karbon menggunakan alam. Kebijakan, infrastruktur, dan teknologi yang tepat memungkinkan perubahan gaya hidup dan perilaku kita sehingga dapat menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca yang lebih besar.

Bukan hal yang mudah melakukan transisi energi untuk mencapai target nol emisi karbon. Akan tetapi, untuk menjaga keberlangsungan hidup bumi dan makhluk hidup, komitmen dan kerja nyata bersama seluruh pihak harus diupayakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun