Mohon tunggu...
Filsafat

Pandangan Radikalisme?

12 April 2015   18:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12 2352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Radikalisme berakar dari eksklusivitas suatu kelompok dalam arti tertentu berdekatan dengan paham primordialisme.Radikalisme dari pemahaman radikal verbatif membuat setiap penganut agama berusaha melaksanakan tugas atau perintah yang ada dalamnya (agamanya) tanpa pertimbangan rasional. Ajaran agama dianggap sebagai hukum yang paling benar dan tidak ada hukum lain yang menyamainya.

Agama pun tidak luput dari ideology ini.Agama di tunggangi dengan sikap ini.Namun jika agama itu terlalu liberal maka kemungkinan agama akan jatuh dalam sekularisasi dan jika agama itu terlalu radikal ada kemungkinan agama akan jatuh dalam konservatisme.Tegangan yang ditimbulkan ini merupakan paradigma yang sedang marak saat ini seperti ISIS dan yang perlu kita hindarkan adalah pemahaman yang keliru yang berdampak pada masalah-masalah social yang lain,misalnya konflik antar agama.

Hal yang menimbulkan kekerasan adalah radikalisme anarkis yang tidak menghormati pemeluk agama yang lain. Mengutip dari penelitian Gallup yang diruangkan dalam buku, ‘Saatnya Muslim Bicara’ yang ditulis John L Esposito dan Dalia Mogamed (2008: 103-104):

“Tak ada kata yang lebih populer menyimbolkan kekerasan dan teror atas nama agama Islam selain jihad, sebuah istilah yang banyak digunakan dan diselewengkan. Jihad digunakan secara luas dalam perlawanan rakyat Afganistan terhadap pendudukan Soviet dan sejak saat itu digunakan dalam setiap perjuangan Muslim dalam perlawanan dan pembebasan, juga dalam ekstremisme dan terorisme, di Bosnia, Chechnya, Kashmir, Gaza, Lebanon, dan Bali. Teroris seperti Bin Laden, Abu Musab, Al- Zarqawi, pelaku bom London, dan ekstremis lain–dan ironisnya banyak non-Muslim–mengidentikan jihad dengan perang suci Muslim melawan kaum kafir. Akan tetapi, banyak pengamat Muslim mengatakan bahwa perang suci bukanlah istilah Islam, melainkan istilah Kristiani yang muncul pada saat perang salib. Bagi kaum muslim, istilah jihad berkonotasi kehormatan dan pengorbanan bagi orang lain. Jadi, mengidentikkan kata jihad dengan terorisme bukan hanya tidak akurat melainkan juga tidak efektif.”

Kekerasan atas nama agama dan radikalisme, kendati memiliki legitimasi teologis, Namun, karena ekspresi kekerasan sering dibungkus dengan agama, maka kemudian kekerasan lebih kental nuansa dan motif agamanya dibandingkan dengan motif lainnya. Pada dasarnya agama hanya diperalat untuk pencapai tujuan tertentu. Faktor situasional seperti dominasi golongan mayoritas, orientasi agama yang belum pasti, serta perlakuan yang tidak adil membangkitkan kecenderungan untuk melakuakan tindakan kekerasan. Kita dituntut untuk tidak terjebak dalam hal itu.

Dari kutipan diatas jelaslah bahwa masalah yang disebabkan oleh radikalisme berkorelasi dengan masalah-masalah sosial yang lain. Oleh karena itu, perlu ada sikap dialog dalam suatu agama untuk membuka selubung konservatisme dan dengan demikian bersama-sama membangun kehidupan bangsa yang lebih baik lagi.

Hilangkan prasangka buruk terhadap Agama dan tingkatkan rasa Nasionalisme kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun