Jadi mungkin salahku, karena yang ku kira anakku diam lelah karena tertidur. Ternyata diamnya Sabrina adalah bermain untuk mengeksplorasi di kamar sendirian. Masya Allah..
Aku berusaha duduk sambil menepok Jidat seraya ingin menangis, setelah meredam kekesalan akibat si buah hati. Ku teringat pesan Rasulullah SAW. Ketika amarah melanda dan dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Jika dengan duduk belum reda, maka hendaklah berbaringlah (HR Dawud).
Astaghfirullah... Sambil beristighfar panjang dan menarik nafas dalam serta menghembuskan nya. Istighfar layaknya sebuah tombol yang harus kupencet, untuk memadamkan api dalam diri.
Jangan sampai emosi membuatku sebagai orang tua bereaksi berlebihan. Sehingga memberangus keingin tahuan, inisiatif, dan kreativitas anak di masa depan. Bahkan tak jarang anak menjadi menjadi pasif dan tak mau bergerak, karena khawatir dianggap salah dalam bersikap.
Kemudian masih dengan sedikit meringis, Aku terduduk dalam diam. Mengamati wajah polos anak yang ku rindukan. Bukankah ia titipan dari Allah yang harus kujaga? Bukankah nantinya aku dan suami akan dimintai pertanggung jawaban karenanya.Â
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah (ada) pahala yang besar. (QS At Taghabun:15).
Bayangan Sabrina kecil melintas begitu saja. Mengingatkanku lagi, akan anak yang menjadi anugerah. Betapa gembiranya hatiku dan suami kala kelahiran Sabrina, buah hati kami yang rupawan. Kelahiran ananda yang juga banyak dinanti serta dirindukan oleh para pejuang garis dua dalam rumah tangga mereka.  Â
Dada yang bergemuruh pun mulai mereda, kala nafas yang ku hembuskan  berkali-kali, sudah mulai teratur. Berusaha ku tenangkan diri dengan duduk lebih dalam. Aku bertekad untuk mengendalikan diri dan tidak boleh kalah seperti Ayahku yang pemarah dulu.
Meski diri ini rasanya sudah mendidih dan ingin meluapkan amarah, mengingat seharian ini pekerjaan rumah tak ada habisnya. Belum lagi selesai satu, yang lain harus ku bereskan sebelum suamiku pulang kerja.
Maka, setelah amarahku mereda pasca duduk. Aku pun menghampiri anakku, Ia harus diberitahu bahwa perbuatannya tidak baik dan salah.
"Dek, ga boleh ya berantakin bedak dan lipstik Mama. Nanti Adek Mama belikan make up mainan serta masak-masakan, khusus anak-anak jika adek ingin bermain" kataku sambil terus berusaha tenang, menahan nada suara agar tak meninggi. Padahal dalam dada, adrenalin mengalir cepat sedari tadi.