Netra menatap nanar, kala melihat ruangan kamar tidurku yang heboh, berantakan. Layaknya kapal pecah, dengan seprai yang menjuntai copot dari kasur, dan bantal-guling yang terlempar kesana kemari tak beraturan, lepas dari sarung penutupnya.
Ku edarkan pandangan mengelilingi seluruh ruangan. Dan menemukan pelakunya sedang berias di depan kaca. Hua... Spontan aku pun berteriak histeris kala melihatnya.
''Duh De.. kok berantakin bedak dan lipstik Mama sih'' Â Kataku sambil gregetan, kepada anak Perempuanku, Sabrina.
Gigiku mulai gemelutuk menahan amarah. Saat melihat bedak mahal yang baru saja ku beli berhamburan serpihannya di bawah kursi dan meja rias. Ahrghh.. Â Seketika kurampas kasar bedak itu dari tangan mungil anakku.
"Ii.. iya Ma.. Maaf.." Jawab Sabrina sambil menunduk ketakutan.
Rasanya ingin ku jiwit, cubit pipi anakku atau mengunyeng-unyeng kepalanya saat itu juga. Saat ku lihat Muka anak Perempuanku belepotan lipstik kesayangan patah, yang merahnya dipoleskan pada bibir, pipi bahkan untuk menggambar kaca meja rias.
Nyut.. Rasanya kepalaku mulai berdenyut dan berasap seperti layaknya kereta api uap, yang siap meledakkan amarah yang ada dalam diri. Menanggapi kelakuan anak perempuan semata wayangku seharian ini.
Badan yang kurang enak karena sedang PMS. Dan lelah selepas selesai memasak serta membereskan mainan juga air galon yang tumpah, karena dimainkan anakku tadi saat aku memasak.
Memang benar ternyata, anak balita tak bisa ditinggal sendirian. Apalagi tanpa pengawasan orangtua, meski hanya sedetik saja.Â
Karena keingin tahuan yang mulai ada seiring dengan berkembangnya otaknya. Menyebabkan anak-anak akan menjelajah, dan mencari tahu lingkungan sekitarnya.