Jakarta Selatan, 25 Mei 2025 — Permasalahan lingkungan kembali mencuat di kawasan padat penduduk RW 004, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Warga mengeluhkan keberadaan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang dinilai tidak layak, kumuh, dan membahayakan kesehatan masyarakat. Letaknya yang berada di gang sempit permukiman warga serta kondisi penumpukan sampah yang tidak teratur menjadi sorotan utama yang sudah berlangsung sejak lama namun tak kunjung mendapat penanganan serius dari pihak berwenang.
TPS tersebut hanya berupa deretan ember plastik, tong bekas, dan karung yang dijejer begitu saja di sisi gang. Minimnya fasilitas penampungan sampah yang memadai serta keterlambatan jadwal pengangkutan membuat sampah rumah tangga kerap meluber hingga ke badan jalan. Aroma busuk menyengat dan air lindi yang merembes dari tumpukan sampah memperparah situasi, menciptakan suasana yang tidak nyaman dan tidak sehat bagi warga. Setiap pagi, warga yang beraktivitas, termasuk anak-anak yang hendak berangkat sekolah, terpaksa harus menutup hidung dan melangkah hati-hati agar tidak menginjak sampah basah.
“Kondisi ini sudah seperti bagian dari keseharian kami, padahal sangat mengganggu. Bau busuknya sampai masuk ke rumah, apalagi kalau angin bertiup dari arah TPS,” ujar Ibu Nani (47), warga yang rumahnya bersebelahan langsung dengan lokasi TPS tersebut. Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kesehatan anak-anaknya. “Anak saya jadi sering batuk-batuk. Kami khawatir ini karena kualitas udara yang buruk akibat tumpukan sampah.”
Masalah Menahun, Minim Respons
Menurut sejumlah warga, permasalahan ini telah berlangsung lebih dari satu tahun terakhir. Beberapa kali telah disampaikan dalam forum RT, RW, bahkan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kelurahan, namun belum ada tindak lanjut nyata. Keluhan warga seolah tenggelam dalam tumpukan prioritas birokrasi. Bahkan, pihak kelurahan maupun dinas kebersihan dinilai belum memberikan solusi permanen yang bisa menjawab kebutuhan akan pengelolaan sampah yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.
“Kami sudah beberapa kali usulkan agar TPS ini dibuat lebih tertutup dan tertata, tapi katanya masih menunggu anggaran,” ungkap Juna, salah satu anggota Karang Taruna RW 004 yang aktif mengadvokasi persoalan lingkungan di wilayahnya. Ia juga menambahkan bahwa Karang Taruna sudah berinisiatif mengadakan aksi bersih-bersih lingkungan secara rutin, namun upaya tersebut tak cukup efektif jika sistem pengelolaan sampah tidak diperbaiki dari hulunya.
Risiko Kesehatan dan Dampak Sosial
Tidak hanya berdampak pada estetika lingkungan, TPS yang tidak layak ini juga menjadi sumber berbagai masalah kesehatan. Sampah yang tidak tertutup menjadi tempat berkembang biak bagi lalat, nyamuk, dan tikus, hewan-hewan yang dikenal sebagai vektor penyebar penyakit seperti demam berdarah, diare, leptospirosis, dan infeksi saluran pernapasan. Terlebih di musim hujan, air bekas sisa sampah kerap mengalir ke saluran air warga, memperparah risiko pencemaran lingkungan.
Isu Lingkungan dalam Kerangka SDGs