Mohon tunggu...
Puteri Renata
Puteri Renata Mohon Tunggu... Editor - Mpudh

Founder Komunitas Sahabat Literasi/Direktur SL Books/Mentor Kepenulisan Self Healing/Penulis Novel

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Semudah Itukah Meminta Maaf Atas Kesalahan Fatal yang Merusak Mental Seseorang?

29 April 2023   23:28 Diperbarui: 29 April 2023   23:31 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram/@johnholcroftillustration 

Bicara kata "Maaf", mungkin ini sama dengan kata "Ikhlas". Gampang untuk diucapkan, namun sulit untuk dilakukan. Mengapa?

Mungkin sebagian orang menganggap meminta maaf adalah sesuatu yang sangat berat saat kita pernah melakukan kesalahan fatal kepada seseorang, jangankan meminta maaf untuk memandang wajah orang tersebut saja rasanya malu. "Kok bisa ya, saya melakukan hal itu pada orang baik seperti dia?". Namun, sebagian lagi ada yang sangat mudah meminta maaf semudah saat ia melakukan kesalahan, menuduh tanpa bukti, menjudge, dan menghina hingga merusak mental seseorang dengan mudahnya.

Saya mengalami kedua hal yang diceritakan di atas. Saya pernah begitu merasa malu saat akhirnya Allah menyadarkan kesalahan saya. Dengan rasa berat hati dan malu akhirnya saya meminta maaf kepada orang tersebut, karena ternyata apa yang orang lain sampaikan kepada saya itu tidaklah benar. 

Untungnya, saya bukan tipe orang yang langsung terbawa emosi, saya mempelajari situasi dan kondisi saat itu. Walau saya sudah berprasangka buruk terhadap orang tersebut, namun saya tidak menyakiti dengan perkataan yang keluar dari bibir saya. Bahkan, justru saya lebih menghindar karena tidak mau terlalu jauh mengenalnya. Namun, Allah punya rencana baik, prasangka buruk saya tidak begitu lama. Walau saya tidak menyakiti dia dengan perkataan saya, tapi tetap saya meminta maaf kepadanya karena sudah berpikir buruk dan tidak mau bergaul dengannya.

Mengapa saya meminta maaf? Karena saya tahu hal itu bisa menyakiti pikiran dia dan secepatnya saya akui dan menjelaskan kepadanya. Terlebih lagi, saya pernah mengalami hal yang sama dengan dia.

Saya pernah menjadi tertuduh, difitnah, dirusak mental saya secara membabi buta. Namun, satu hal yang menjadi pertanyaan saya..

"Kok bisa, ya? Iya kok bisa kalian dengan mudah menjudge saya dan mempercayai fitnah tersebut serta mengata-ngatai saya secara terang-terangan dan dengan emosi yang sangat melekat dalam ingatan saya". Bahkan, saat itu bukan hanya air mata yang keluar. Namun, pikiran dan segala hal dalam tubuh saya seakan tercabik-cabik.

Pelakunya orang terdekat dan ia melakukan hal itu secara sadar dengan emosi yang tidak stabil. Perkataan kasar dari mulut mereka membekas di pikiran saya, bahkan sekarang pun jika saya mengingatnya pikiran saya kembali berantakan. Merasa di hina, di hancurkan, dan akhirnya beberapa hari kemudian mereka meminta maaf dengan mudah menurut saya.

Pernah tidak mereka berfikir jauh tentang perasaan saya saat itu. Saya bisa saja membuang diri saya dan menguburnya dengan menyalahkan diri sebagai orang paling bodoh yang menganggap semua orang baik dan bisa dipercaya.

Itulah pada kenyataannya mereka terus-terusan mencoba meminta maaf seakan menunjukkan kepada orang di sekitar saya kalau yang mereka lakukan dulu adalah sebuah kekhilafan, tanpa mereka sadari yang dilakukan tersebut membuat psikis orang lain hancur.

Lantas, bagaimana seharusnya kita lakukan. Ya, kontrol emosi kita dan jangan sampai sebuah perkataan menyakiti orang lain karena bagi saya itu akan membentuk suatu karma atau hukum tabur tuai yang sudah direncanakan semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun